fbpx
ARTIKEL

Mencegah dan mengatasi keguguran berulang

| Luvi Zhea

Seorang wanita dikatakan mengalami keguguran berulang bila ia mengalami keguguran sebanyak tiga kali (atau lebih) secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu.

Keguguran berulang bisa menimbulkan perasaan sedih (traumatis) yang berkepanjangan. Bahkan, calon ibu juga kerap dihinggapi rasa bersalah karena merasa tidak mampu mempertahankan kehamilannya. Apalagi banyak yang mengatakan, bila seorang ibu pernah mengalami keguguran, peluang untuk melahirkan anak dengan selamat pada kehamilan berikutnya adalah sekitar 87 persen. Sedangkan bila ia pernah dua kali mengalami keguguran, peluang itu menurun menjadi sekitar 60 persen. Dan bila ia pernah mengalami keguguran sebanyak tiga kali, peluang melahirkan bayi selamat hanya sekitar 40 persen.

Namun demikian, jangan sampai hal tersebut membuat para ibu takut untuk mencoba hamil kembali. Sebab, wanita yang dicap memiliki kandungan lemah sekalipun, bisa melahirkan secara sehat dan selamat, baik bayi maupun ibunya.

Caranya, kita harus menemukan penyebab mengapa keguguran berulang tersebut bisa terjadi. Dengan begitu kita bisa memecahkan masalah tersebut dan melakukan tindakan pencegahan agar ibu tidak mengalami keguguran pada kehamilan berikutnya.

Tentu saja semua itu bisa di diagnosis. Sebab keguguran berulang terjadi bukan karena kebetulan (faktor kurang beruntung), pasti terdapat suatu kelainan yang spesifik pada kasus keguguran berulang. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 90 persen dari keguguran berulang disebabkan oleh kondisi yang bisa di diagnosis.

Faktor yang dapat menyebabkan Keguguran Berulang?

Keguguran berulang akibat Penyakit Autoimun

Masalah pengentalan darah

Diperkirakan, sebanyak 15-20% persen penderita keguguran berulang mengalami sindrom darah kental. Ini adalah keadaan saat darah mengalami pembekuan secara berlebihan dan menyebabkan gangguan (sumbatan) aliran pada pembuluh darah, sehingga akan menutupi saluran darah ke plasenta yang memberi makanan ke janin. Dengan begitu hal ini dapat mengancam sirkulasi nutrisi dan oksigen ke janin, sehingga mengakibatkan janin tidak berkembang, bahkan dalam kondisi yang lebih kronis janin meninggal di dalam kandungan.

Sebenarnya, perubahan fisiologis saat kehamilan itu sendiri akan mengakibatkan sedikit peningkatan kekentalan darah. Namun, darah kental juga bisa terjadi karena pola makan yang kurang sehat (seperti kelebihan kolesterol, gula dan lemak / Trigliserid), stres tinggi, merokok, akibat faktor genetis (keturunan), dan akibat adanya reaksi autoimun itu sendiri.

Reaksi autoimun pada kasus keguguran berulang umumnya lebih kepada reaksi penolakan tubuh ibu terhadap calon bayi yang dikandungnya. Ini terjadi akibat kadar HLA (Human Leucocyte Antigens) yang meningkat, sehingga janin dianggap sebagai benda asing dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.

Sedangkan reaksi autoimun pada kasus keguguran berulang yang menyebabkan Sindrom Darah Kental umumnya lebih diakibatkan oleh tingginya kadar ACA (Anticardiolipin Antibody) yang menyebabkan APS (Antiphospholid Syndrome) atau sindrom Sticky Blood atau Sindrom Hughes.

ACA merupakan protein dalam darah yang menyebabkan tubuh membentuk reaksi kekebalan. Pada kondisi yang normal adanya sistem kekebalan tubuh bertugas dalam menangkal zat yang dianggap berbahaya bagi tubuh. Sedangkan bagi penderita sindrom ACA, tubuh akan menyerang Anticardiolipin yang dianggapnya musuh padahal itu merupakan bagian dari membran tubuh yang akan membuat darah menjadi kental. Pada kasus ACA ini juga kehadiran janin akan dianggap sebagai benda asing sehingga tubuh ibu hamil akan bereaksi meningkatkan kekebalan tubuh untuk “memerangi” janin. Reaksi kekebalan tubuh ini ditandai dengan pengentalan darah. ACA yang diderita oleh ibu hamil inilah yang menyebabkan kematian janin pada usia kehamilan 10 minggu.

Pada beberapa kasus keguguran berulang yang diakibatkan oleh masalah kekentalan darah, tidak hanya disebabkan oleh Sindrom ACA atau sindrom APS (Antiphospholid Syndrome). Melainkan bisa juga di akibatkan oleh Thrombophilia. Thrombophilia sebenarnya hampir mirip dengan APS, tapi bedanya Thrombophilia sudah dimiliki sejak lahir.

Untuk mengetahui kemungkinan “bakat” kekentalan darah, sebaiknya ibu menjalani tes kekentalan darah atau melakukan tes kadar ACA dalam tubuh. Prinsip tes kekentalan darah adalah menghitung seberapa cepat darah membeku. Pada keadaan normal, darah membeku pada 25-40 detik. Sedangkan pada sindrom darah kental, darah membeku lebih cepat, yaitu kurang dari 25 detik. Apabila dilihat dari kadar ACA, darah kental digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu: darah kental rendah bila IgG 15-20, darah kental sedang bila IgG 20-80, dan darah kental tinggi bila igG lebih dari 80. Untuk mencegah keguguran berulang akibat kekentalan darah, dianjurkan melakukan tes ini ketika akan merencanakan kehamilan.

Bila ibu ingin mengantisipasi risiko ACA yang tinggi saat hamil, atau ingin mengatasi masalah kekentalan darah saat hamil, maka diperlukan penanganan dan pengawasan medis. Penanganan yang umum dilakukan Dokter adalah dengan memberikan Heparin (anti-bekuan darah). Suntikan Heparin ini harus dilakukan setiap hari untuk menekan aktivitas keping-keping darah dan trombosit.

Heparin bisa diberikan sesegera mungkin, terutama bila ibu ada riwayat kematian janin saat kehamilan trimester akhir pada kehamilan sebelumnya, sehingga bisa mengantisipasi keguguran pada kehamilan kali ini.

Selain sebagai pengencer darah, penelitian menunjukkan bahwa Heparin juga memiliki efek menghambat pengikatan antibodi Antifosfolipid, memicu terjadinya anti radang, dan memfasilitasi proses implantasi plasenta. Selain itu, penelitian juga membuktikan kombinasi Heparin dan Aspirin memberi hasil yang cukup baik, yaitu sebanyak 84 persen ibu dengan masalah kekentalan darah bisa melahirkan bayi dengan selamat.

Antisipasi lain yang bisa ibu lakukan adalah dengan mengenali gejala keguran yang diakibatkan oleh masalah kekentalan darah. Sebelum mengalami keguguran akibat faktor ini, biasanya ibu hamil akan mengeluhkan cepat lelah, sering mengantuk, dan sulit berkonsentrasi. Bila mengalami gejala tersebut, sebaiknya ibu hamil segera cek kekentalan darah.

Penyakit Celiac

Celiac (baca: Seliak) adalah kelainan yang menyebabkan usus tidak mampu menyerap nutrisi sebagai akibat dari alergi atau intoleransi tubuh terhadap gluten. Penyakit ini merupakan kondisi autoimun, dimana tubuh salah mengenali senyawa yang terkandung di dalam gluten sebagai ancaman bagi tubuh. Maka sistem kekebalan tubuh menyerangnya dan mengenai jaringan tubuh yang sehat (terutama bagian usus).

Karena menganggap gluten sebagai ancaman, maka sistem imun tubuh akan memproduksi antibodi. Zat antibodi ini akan membuat bulu-bulu halus (villi) di permukaan usus menjadi rusak, sehingga proses penyerapan nutrisi dari makanan menjadi tidak sempurna. Nah inilah yang menyebabkan pasokan nutrisi ke janin juga ikut terhambat, sehingga janin tidak berkembang dan gugur ditengah jalan.

Penyakit Celiac umumnya bukan penyakit keturunan, karena pada kebanyakan kasus, Celiac baru aktif untuk pertama kalinya pasca prosedur pembedahan, ketika kehamilan dan kelahiran, atau karena infeksi virus dan gangguan emosional yang parah.

Untuk mengetahui ibu memiliki masalah Celiac ini diperlukan Tes darah, Biopsi, Endoskopi kapsul, hingga DEXA scan.

Sedangkan untuk menangani penyakit Celiac ini, biasanya Dokter akan menyarankan pasien untuk menghindari makanan yang mengandung gluten dengan menjalankan program diet bebas gluten. Hal ini dilakukan untuk mencegah rusaknya dinding usus dan gejala diare serta nyeri perut. Dokter juga akan menyarankan pasien untuk mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral. Hal ini untuk menjamin penderita mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkannya.

Penyakit Lupus

Lupus (Systemic Lupus Erythematosu) merupakan penyakit auto imun. Penyakit ini menyebabkan seseorang mengembangkan antibodi yang justru menyerang hampir ke seluruh jaringan tubuh, terutama sendi, paru-paru, ginjal, dan jaringan saraf.

Maka dari itu, apabila seorang wanita hamil dengan Lupus, dan ia tidak mendapat pengobatan selama kehamilan terkait penyakit Lupus yang dideritanya, maka kemungkinan angka keberhasilan calon bayi hidup adalah sekitar 10 persen.

Maka dari itu, untuk mencegah keguguran berulang akibat penyakit Lupus yang dialami, Dokter biasanya memberikan obat Steroid (Kortikosteroid) untuk mengurangi peradangan dan menekan sistem imun, atau obat imunosupresan yang dugunakan untuk menghambat aktivitas sistem kekebalan tubuh

Penyakit Diabetes tipe-1

Penyakit Diabetes tipe-1 disebabkan oleh serangan sistem kekebalan tubuh pada sel-sel di pankreas yang memiliki tugas memproduksi insulin. Hal ini menyebabkan terganggunya produksi insulin sehingga tubuh tidak mampu mengontrol kadar gula darah.

Bila hal ini tidak dihentikan, maka berisiko timbul kerusakan pada tubuh, seperti gagal ginjal, kebutaan, stroke, penyakit jantung, atau masalah terkait sirkulasi darah dalam tubuh.

Lalu, apa hubungannya diabetes dengan kegugran berulang? Bila Anda menderita diabetes atau masalah kesehatan lain yang terkait insulin, itu berarti tubuh Anda akan mengalami ketidakseimbangan hormon. Apabila salah satu hormon tidak seimbang, hal itu dapat mengganggu kadar hormon lain seperti estrogen, progesteron, dan testosteron. Seluruh rantai ketidakseimbangan tersebut dapat menyebabkan masalah seperti kista pada ovarium atau bahkan infertilitas (kemandulan).

Selain itu, menurut penelitian, apabila ibu didiagnosis menderita kadar glukosa tinggi, risiko ibu untuk mengalami keguguran meningkat sebesar 30-60%. Hal itu terjadi karena kadar glukosa tinggi dalam darah menyebabkan kerusakan pada sel-sel embrio.

Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan terapi sulih pemberian insulin. Pemberian insulin di mulai dari dosis kecil dan ditingkatkan sesuai kebutuhan hingga mencapai kadar gula darah yang normal. Jangan khawatir terhadap pengaruh buruk insulin pada pertumbuhan janin. Justru pemberian insulin ini diharapkan dapat membantu tercapainya kadar gula darah normal sehingga janin dapat tumbuh dengan baik dan terhidar dari kesulitan saat persalinan nantinya.

Selain itu, ibu hamil wajib untuk melakukan pemantauan kadar gula darah, melakukan diet sehat, dan olahraga teratur yang disesuaikan dengan arahan Dokter.

Baca juga: Makanan sehat untuk Diabetes.

Keguguran berulang akibat Kelainan kromosom

Dalam setiap kasus keguguran, sebenarnya kita tidak boleh menyalahkan satu pihak saja, misalnya menyalahkan istri karena dianggap tidak bisa menjaga kandungannya.

Hal ini karena keguguran baik itu keguguran spontan, Blighted Ovum (BO), dan keguguran berulang, sering juga dikaitkan dengan kelainan kromosom yang di akibatkan oleh faktor genetik (keturunan). Disini faktor ibu memberi pengaruh sebesar 60 persen, sedangkan ayah berpengaruh 40 persen.

Apa Itu Kelainan Kromosom? Kromosom adalah struktur yang mengandung unsur-unsur genetika manusia (DNA). Kromosom diwariskan oleh sperma dan sel telur orangtua kepada bayi mereka. Tiap manusia dalam kondisi normal memiliki 46 kromosom. Sel telur mengandung kromosom XX, sedangkan sperma mengandung kromosom X dan kromosom Y. Kendati demikian, adakalanya terjadi ketidaksempurnaan seperti jumlah yang kurang (misalnya 45) atau jumlah berlebih (menjadi 47). Keadaan ini mengakibatkan ketidaknormalan pada janin.

Maka dari itu bila ibu beberapa kali mengalami keguguran akibat masalah kromosom, maka sebaiknya ibu dan suami menjalani Tes Karyotype, dan harus di rujukan ke Dokter spesialis bidang gangguan genetik. Karena sulit untuk mengetahui kemungkinan memiliki bayi yang sehat bila ibu dan suami hanya berusaha hamil tanpa mengatasi masalah tersebut.

Selain itu, Kondisi sel telur dan sel sperma juga bisa menjadi penyebab keguguran. Sel telur dan sperma yang tidak berkualitas akan berpotensi membentuk janin yang tidak sempurna. Secara fisik memang terlihat hamil, tapi sebenarnya hanya membentuk kantong kehamilan, inilah yang sering terjadi pada kasus kehamilan kosong (Blighted Ovum). Di tes dengan tespack positif, tapi sebenarnya tidak hamil.

Faktor risiko kelainan kromosom akibat buruknya kualitas sel telur maupun sel sperma ini akan meningkat pada pasangan wanita diatas usia 35 tahun, atau dengan laki-laki diatas usia 55 tahun. Maka dari itu, Luvizhea.com menyarankan agar pasangan suami istri tidak lagi menunda-nunda memiliki anak (momongan), agar tidak mengalami masalah nantinya.

Ketika wanita sudah berusia di atas 35 tahun, yang akan dihadapi bukan hanya risiko keguguran. Program seperti bayi tabung pun akan berkurang peluangnya, dengan semakin bertambahnya usia.

Keguguran berulang akibat Kelainan pada rahim

Kelainan pada rahim juga bisa menjadi penyebab Keguguran Berulang. Yang dimaksud dengan kelainan pada rahim ini bisa berupa kelainan bentuk (struktur) rahim yang abnormal karena cacat bawaan atau bekas operasi pengangkatan Kista atau Miom, bisa karena adanya tumor pada rahim yang berhubungan dengan Sindrom Ovarium Polikistik, bisa karena kelainan pada plasenta, dan juga bisa karena kelainan yang terjadi pada mulut rahim yang tidak tertutup (lemah) yang sering disebut dengan Inkompetensia Serviks.

Kelainan bentuk rahim

Rahim wanita berbentuk seperti buah Pir dengan rata-rata panjang 7,5 cm, lebar 5 cm, dan kedalaman 2,5 cm. Namun, ada kalanya rahim memiliki bentuk yang tidak sesuai. Kelainan bentuk pada rahim inilah yang terkadang membuat embrio sulit berkembang atau bahkan embrio tidak dapat berkembang sama sekali sehingga tidak mampu untuk bertahan di dalam rahim ibu. Hal inilah menjadi penyebab hampir 10 persen dari kasus keguguran berulang pada ibu hamil.

Kelainan bentuk rahim yang bisa menyebabkan terjadinya keguguran berulang, diantaranya adalah:

  1. Bicornuate uterus, yaitu kelainan bentuk rahim yang tidak berbentuk seperti buah pir, melainkan seperti bentuk hati dengan lekukan dalam di bagian atas, sehingga sering juga disebut dengan uterus dengan dua tanduk. Bicornuate uterus tidak memengaruhi kesuburan, namun risiko keguguran menjadi lebih tinggi bila wanita hamil dengan kondisi ini. Begitu pula dengan risiko kelahiran prematur.
  2. Unicornuate uterus, yaitu kelainan pada rahim wanita yang hanya berukuran setengah dari normal dan memiliki satu saluran tuba falopi. Kelainan ini sering juga disebut dengan uterus satu tanduk. Pada Unicornuate uterus, jumlah indung telur sama seperti biasa (dua buah), tapi hanya satu yang akan terhubung ke rahim. Wanita bisa mengandung bila hidup dengan kondisi ini, namun risiko keguguran akan jauh lebih besar.
  3. Uterus Didelphys, yaitu kondisi di mana rahim wanita memiliki dua rongga bagian dalam, dua serviks, dan dua vagina. Wanita dengan rahim ganda mampu hamil dan melahirkan, namun terkadang rentan mengalami ketidaksuburan, keguguran, melahirkan prematur, dan kelainan ginjal.
  4. Septate uterus, yaitu kondisi di mana bagian dalam rahim wanita dibagi oleh dinding otot atau jaringan ikat fibrosa (septum). Septum bahkan dapat memanjang hingga ke dalam rahim (septum parsial) atau serviks (septum lengkap). Septum parsial lebih umum daripada septum lengkap. Septate uterus dapat membuat penderitanya sulit hamil atau meningkatkan risiko keguguran bila kehamilan terjadi.

Untuk mengetahui adanya kelainan pada rahim ibu, diperlukan pemeriksaan USG. Bila ditemukan kelainan pada rahim seperti yang telah disebutkan Luvizhea.com diatas, maka satu-satunya jalan untuk mengatasinya adalah dengan jalan operasi.

Memiliki dinding rahim yang tipis

Keguguran berulang bisa juga disebabkan oleh selaput dinding endometriosis rahim yang tipis. Ketebalan normal seharusnya adalah 7-10 mm, apabila kurang maka janin tidak akan kuat tertanam didalam dinding rahim, inilah yang membuat sebagian wanita selalu gagal apabila ada pembuahan dirahim.

Cara mengetahui bahwa Anda memiliki dinding rahim yang tipis atau ingin mengukur ketebalan selaput dinding endometriosis rahim adalah dengan USG Transvaginal.

Sedangkan solusi untuk menebalkan dinding rahim, biasanya dilakukan dengan terapi pemberian obat hormon Estrogen / Hormone Replacement Therapy (HRT), seperti pemberian Estradiol Valerat (merk dagang: Progynova) 1 mg yang diminum 2 kali sehari setelah haid hari ketiga sampai dengan hari kedua belas.

Memiliki leher (mulut) rahim yang lemah

Salah satu penyebab keguguran berulang yang sering ditemukan adalah karena Inkompetensia Serviks, yaitu mulut rahim membuka di tengah kehamilan dikarenakan ketidakmampuan dalam menahan desakan janin yang semakin besar. Hal ini bisa terjadi akibat riwayat kesehatan tertentu, misalnya trauma pada mulut rahim akibat operasi yang mungkin pernah dilakukan.

Terbukanya mulut rahim pada saat kehamilan sedang berjalan, umumnya ditandai dengan keluarnya flek atau bercak darah tanpa rasa sakit atau air ketuban pecah lebih awal sebelum waktunya. Namun yang menjadi masalah, akan sulit untuk Dokter memeriksa kelemahan leher rahim bila Anda sedang tidak hamil, sehingga sulit untuk tindakan pencegahan pada masalah ini. Dokter dapat menduga kondisi ini pada saat ibu sedang hamil dan mengalami kondisi tersebut, atau pada kehamilan selanjutnya, bila kehamilan sebelumnya mengalami keguguran.

Maka dari itu bila ibu mengalami tanda-tanda keluarnya flek (bercak darah) saat kehamilan mulai membesar, segera periksakan ke Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan. Bila ditemukan kelainan pada rahim berdasarkan pemeriksaan, misalnya leher rahim membuka terlalu lebar, maka rahim itu harus mendapatkan perawatan khusus. Lazimnya, Dokter akan menjahit leher rahim tersebut.

Dengan penjahitan tersebut, leher rahim akan lebih kuat menopang janin yang terus berkembang. Proses ini sebaiknya dilakukan sebelum usia kandungan mencapai 16 minggu. Namun jahitan ini tidak berlaku untuk selamanya. Saat proses kelahiran sudah memasuki cukup bulan (9 bulan), jahitannya akan dilepas, agar proses kelahiran bisa berlangsung dengan normal.

Adanya kelainan pada plasenta

Plasenta mulai terbentuk di dalam rahim sejak awal kehamilan. Fungsi dari plasenta ini adalah untuk mengalirkan suplai darah dari ibu ke janin. Plasenta juga bertugas melindungi janin dari infeksi dan bakteri, serta berperan dalam memproduksi hormon.

Oleh karena itu, bila plasenta tidak berkembang (Placental Insufficiency/Disfungsi plasenta)maka janin juga tidak dapat berkembang sehingga mengalami kelainan, berat badan di bawah rata-rata saat lahir, persalinan prematur, atau keguguran.

Mengapa bisa terjadi Placental Insufficiency (Disfungsi plasenta)? Kondisi ini dapat disebabkan oleh aliran darah dari sang ibu tidak mencukupi di masa kehamilan (anemia), gangguan pembekuan darah, atau faktor risiko lain seperti riwayat penyakit diabetes dan hipertensi.

Wanita yang pernah menjalani operasi pada rahim, pernah mengalami trauma pada perut seperti terjatuh atau cedera perut, atau pernah mengalami gangguan plasenta pada kehamilan sebelumnya juga dapat menyebabkan masalah pada plasenta saat hamil.

Sayangnya, masalah ini kebanyakan tidak dapat diatasi saat hamil, melainkan hanya dapat diantisipasi. Maka dari itu kenali apakah Anda memiliki faktor risiko yang dapat membuat Anda berkemungkinan mengalami gangguan plasenta seperti yang telah disebutkan diatas?

Adanya Tumor atau kista pada rahim

Adanya tumor atau kista, polip dan mioma dalam rahim juga bisa menyebabkan keguguran berulang.

Normalnya, seorang wanita berovulasi ketika satu sel telur yang berisi folikel berkembang dan melepaskan sel telur matang. Namun, pada kasus Sindroma Ovarium Polikistik atau PCOS ini membuat folikel-folikel tersebut tidak berkembang, sehingga menyebabkan folikel tersebut terbangun di dalam ovarium dan membentuk kista jinak kecil.

Maka dari itu di perlukan pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah ada masalah pada rahim ibu yang dapat menyebabkan keguguran berulang.

Bila terdapat tumor atau kista, Dokter biasanya akan menghilangkannya dengan cara penyuntikan hormon atau obat-obatan tertentu untuk mematikan tumor tersebut, itu pun bila diameter tumor kurang dari 5 cm. Bila lebih dari itu, maka tindakan operasi biasanya diambil untuk mengatasi masalah ini.

Baca juga: Cara mengatasi Kista Ovarium secara alami.

Keguguran berulang akibat Gangguan Hormonal

Sekitar 10 persen keguguran disebabkan faktor oleh hormonal. Berikut beberapa gangguan hormonal yang sering diterjadi:

Hormon Prolaktin berlebihan

Prolaktin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel kelenjar hipofisis di otak. Bila kadar prolaktin tinggi akan menyebabkan reaksi umpan balik negatif yang membatasi produksi hormon yang punya peran penting dalam proses ovulasi. Serta kondisi ini dapat mengganggu perkembangan telur yang baru dibuahi sehingga terjadi keguguran.

Untuk mengetahui kadar prolaktin dalam darah bisa dilakukan tes darah di laboratorium. Dokter juga mungkin menyarankan beberapa tes lagi seperti CT/MRI otak untuk melihat apakah terdapat tumor pada kelenjar hipofisis. Karena tumor otak juga dapat menyebabkan kadar prolaktin meningkat.

Untuk mengatasi masalah ini, Dokter dapat memberikan obat penurun hormon prolaktine, seperti Cripsa Bromocriptin.

Kadar Progesteron yang rendah

Awal kehamilan, saat usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, tubuh ibu hamil sangat membutuhkan hormon progesteron. Bila produksi hormon itu kurang, janin tidak akan dapat berkembang dengan baik. Karena kehadiran hormon ini diperlukan untuk menunjang kematangan janin dan plasenta.

Ciri ibu hamil kekurangan progesteron adalah keluar flek (bercak darah) pada vagina. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan antara lain adalah tindakan biopsi dari lapisan rahim untuk memeriksa kadar progesteron setelah ovulasi.

Untuk mengatasinya, ibu harus memperoleh tambahan hormon. Caranya, ibu harus meminum obat penguat kandungan yang berisi hormon progesteron, baik diminum (oral) maupun dimasukan ke rahim. Bila diberikan secara oral, tablet ini harus diberikan secara rutin, sehari dua kali. Penambahannya dilakukan sampai plasenta terbentuk atau usia kandungan mencapai 16 minggu. Selain itu, ibu juga mungkin dianjurkan untuk mengkonsumsi antibiotik. Karena, flek itu bisa memicu infeksi.

Masalah Tiroid

Selanjutnya, faktor hormonal yang dapat menyebabkan keguguran berulang adalah masalah Tiroid, baik itu Hipertiroid ataupun Hipotiroid.

Efek Hipertiroid pada kehamilan antara lain: keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, pre-eklampsia, dan gagal jantung. Sedangkan efek Hipotiroid pada kehamilan antara lain: pre-eklampsia, berat badan lahir rendah, lahir mati, gangguan jantung.

Hipertiroid dapat diatasi dengan pengobatan anti-tiroid sehingga akan meningkatkan kemungkinan kehamilan yang berhasil. Begitu pula dengan Hipotiroid, dapat diobati dengan pengobatan sulih tiroid, ini juga akan meningkatkan keberhasilan kehamilan.

Sindrom ovarium polikistik

Polycystic Ovary Syndrome atau yang disingkat dengan PCOS adalah gangguan keseimbangan kadar hormonal dimana tubuh wanita memproduksi hormon androgen secara berlebihan.

Kondisi ini memang bisa menyebabkan masalah infertilitas. Namun bukan berarti perempuan dengan PCOS tidak bisa hamil sama sekali. Meski demikian, bila hamil, maka kehamilannya harus benar-benar dipantau.

Menurut dr Aled Rees, seorang peneliti endokrinologi di School of Medicine di Cardiff University, Inggris, PCOS dikaitkan dengan risiko tekanan darah tinggi selama kehamilan yang besarnya 32 persen lebih tinggi, juga risiko mengalami diabetes gestasional 41 persen lebih tinggi. Selain itu ada kemungkinan 25 persen lebih tinggi mengalami kelahiran prematur.

Maka dari itu, untuk mengendalikan PCOS saat hamil, ibu bisa mengatur pola makan, olahraga, dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu (salah satunya Metformin). Atau sebelum hamil bisa melakukan terapi hormon dan menurunkan berat badan bila mengalami Obesitas.

Bukankah Metformin adalah obat untuk diabetes? Ya benar Metformin memang obat Diabetes. Namun Metformin juga merupakan obat yang memiliki multi efek. Karena dapat menurunkan berat badan, memperbaiki resistensi insulin (hormon yang membawa glukosa ke sel), mengembalikan siklus pembuahan menjadi normal, meningkatkan kesuburan, menurunkan hiperandrogenisme, menurunkan kejadian keguguran, dan menurunkan angka diabetes pada kehamilan. Karena wanita dengan PCOS, memiliki risiko mengalami diabetes saat kehamilan atau diabetes tipe-2 hingga 2,4 kali lipat.

Dengan kata lain, Metformin memiliki keuntungan secara metabolik, berkaitan dengan hormon, pembuluh darah dan efek anti peradangan pada faktor risiko yang berkaitan dengan keguguran di trimester pertama pada pasien PCOS.

Keguguran berulang akibat Faktor Infeksi

Infeksi virus TORCH

Dampak merugikan dari infeksi virus terhadap kehamilan sebenarnya amat tergantung apakah virus yang menyerang melewati barier plasenta atau tidak.

Infeksi yang sering dialami oleh ibu hamil adalah infeksi virus TORCH (Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simpleks virus).

Toksoplasma adalah virus yang berasal dari hewan piaraan, seperti kucing. Sedangkan, virus Rubela berasal dari udara yang kotor dan CMV disebarkan oleh unggas. Adapun, herpes simpleks atau campak jerman bisa ditularkan dari seseorang yang dekat dengan ibu hamil.

Virus-virus tersebut sebenarnya virus ringan, tapi sangat berbahaya bagi perkembangan janin bila ibu hamil terjangkit infeksi virus tersebut. Karena virus ini akan membuat ibu mengalami keguguran saat trimester awal kehamilan, atau janin tumbuh secara tidak normal, hingga mengalami autis atau keterbelakangan mental nantinya setelah dilahirkan.

Untuk mengetahuinya, diperlukan Pemeriksaan Screening berupa tes darah guna mendeteksi sekelompok infeksi pada tubuh ibu hamil. Bahkan, uji TORCH perlu dilakukan sebelum memutuskan untuk hamil kembali bagi calon ibu yang pernah mengalami keguguran sebelumnya.

Bila IGG (imunoglugolin) ditemukan tinggi akibat infeksi virus, maka Anda harus menjalani pengobatan intensif seperti pemberian antivirus. Selain itu, harus diupayakan pula agar kondisi kesehatan ibu selalu prima dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan gizi, dengan begitu tubuh akan mampu melawan segala macam bentuk infeksi. Dan ingat jangan mengkonsumsi makanan setengah matang atau makanan mentah (seperti lalapan) terutama ketika ibu sedang hamil.

Nah, apabila kadar IGG tidak naik lagi, stabil atau turun berarti virus tersebut kalah dan tidak berdaya lagi, dan ibu boleh melakukan program hamil kembali.

Keputihan Abnormal akibat infeksi Bakterial Vaginosis

Seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat hamil. Karena pada saat hamil terjadi, perubahan hormonal (peningkatan kadar hormon estrogen) yang dapat berdampak pada peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta mempengaruhi perubahan pada kondisi pencernaan. Dan akibatnya, semua ini akan membuat frekuensi dan kadar keputihan semakin meningkat di masa kehamilan.

Bila keputihan yang dialami saat hamil terlihat normal dengan cairan jernih atau putih dan tanpa bau, maka ini merupakan kondisi yang normal.

Namun sebaliknya, mengalami keputihan yang berbau, terasa gatal dan berwarna hijau, maka itu perlu diwaspadai. Karena keputihan yang berwarna kuning kehijauan biasanya disebabkan oleh Bakterial Vaginosis.

Hasil studi dalam British Medical Journal yang diberi judul Association between bacterial vaginosis or chlamydial infection and miscarriage before 16 weeks menyebutkan, terjadinya peningkatan risiko keguguran pada usia kehamikan sebelum 16 minggu, atau mengalami kelahiran prematur pada trimester kedua, pada calon ibu yang terjangkit infeksi bakteri vagina.

Oleh karena itu, jangan abaikan keputihan yang terjadi selama masa kehamilan. Konsultasikan pada Dokter apakah ibu memerlukan pengobatan antibiotika untuk mencegah terjadi masalah kehamilan akibat keputihan yang abnormal.

Baca juga: Cara mengatasi keputihan sesuai faktor penyebabnya.

Perhatikan agar keguguran berulang tidak tejadi kembali

Kondisi janin keguguranSebelum memutuskan untuk hamil kembali setelah keguguran, sebaiknya ibu memastikan dulu apakah faktor penyebab keguguran diatas sudah teratasi atau belum, untuk mencegah keguguran berulang kembali.

Rencanakan kehamilan berikutnya dengan rekomendasi dan pengawasan Dokter

Bila ibu memang berisiko tinggi untuk mengalami keguguran (terlepas dari apapun penyebabnya), ada baiknya ibu membicarakan hal ini pada Dokter kandungan saat ibu berencana untuk hamil. Serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh jauh-jauh hari (3-6 bulan) sebelum masa kehamilan terjadi.

Berkonsultasi dengan Dokter tentu juga akan menambah pengetahuan Anda.  Baik itu tentang bagaimana menjaga kehamilan dengan baik setelah keguguran, apa yang tidak boleh dilakukan dan boleh di lakukan saat hamil, makanan apa saja yang baik selama kehamilan dan pengetahuan lainnya sehingga bisa menghindarkan ibu dari keguguran berulang.

Selain itu, lakukan persiapan, terutama persiapan mental. Dengan begitu rasa traumatis akibat keguguran sebelumnya akan teratasi dengan mudah.

Setelah kehamilan terjadi, lakukan kontrol kehamilan secara rutin untuk mengetahui perkembangan janin dari waktu ke waktu.

Jaga asupan nutrisi sebelum dan selama kehamilan

Untuk menciptakan kehamilan yang sehat, ibu perlu mencukupi asupan nutrisi, bahkan setidaknya 90 hari sebelum berusaha untuk hamil.

Langkah ini akan berdampak pada: Keseimbangan hormon, kesehatan sel telur, membantu penyimpanan nutrisi untuk janin, menciptakan sistem reproduksi yang sehat, menciptakan plasenta yang sehat, hingga menurunkan kemungkinan keguguran.

Pastikan ibu minum Multivitamin Pranatal yang mengandung B6, B12, dan asam folat. Kombinasi ini terbukti dapat mencegah keguguran karena tingkat Homocysteine yang tinggi.

Asam lemak esensial juga sangat penting untuk pencegahan keguguran, terutama omega 3, yang bermanfaat untuk mengatur respon peradangan, meningkatkan integritas selular, dan menjaga keseimbangan hormon, dan semuanya itu membantu tubuh mencegah keguguran.

Banyak juga yang menyarankan untuk mengkonsumsi vitamin E dalam jumlah 600 IU per hari. Vitamin E  memiliki fungsi untuk mencegah keguguran, mengatur keseimbangan hormon dalam tubuh, dan menurunkan risiko darah tinggi selama kehamilan. Apabila Anda memiliki riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, atau diabetes, dosis vitamin E yang diperbolehkan adalah dibawah 50 IU .

Baca juga: Makanan yang perlu dihindari saat Ibu hamil.

Mengurangi aktifitas fisik

Menerapkan pola hidup sehat, istirahat yang cukup, serta membatasi aktivitas selama masa kehamilan, dapat mengurangi risiko terjadinya keguguran.

Hubungan seks saat di masa awal kehamilan juga sebaiknya dihindari, karena saat ini plasenta janin belum begitu kuat menempel. Sehingga dikhawatirkan bila terjadi kontraksi yang hebat bisa menyebabkan keguguran.

Sebenarnya tidak masalah untuk melakukan hubungan seks, pada usia kehamilan berapapun. Asalkan kehamilan tersebut tidak di ikuti keluhan seperti: flek atau keluarnya bercak darah, cairan ketuban merembes, rahim kontraksi terus menerus, sering merasa sakit (kram) pada perut bagian bawah, atau adanya riwayat keguguran berulang sebelumnya.

Baca juga: Waktu yang aman berhubungan seks saat hamil dan Resiko sperma dikeluarkan di dalam saat hamil.

Managemen stres

Pengalaman keguguran sebelumnya dapat membuat rasa was-was pada kehamilan kali ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan.

Bila ini terus berlanjut, tentu saja bisa mengganggu dan mempengaruhi perkembangan janin. Karena secara tidak langsung tingkat stres yang tinggi dapat menyebabkan penurunan sirkulasi darah dan oksigen ke rahim. Sebab ketika ibu hamil merasakan kecemasan (stres), tubuhnya akan memproduksi hormon stres (hormon kortisol) dan hormon lainnya seperti Epinephrine dan Norepinephrine, yang bisa berdampak mengencangkan pembuluh darah atau mengakibatkan kekentalan darah.

Stres juga dapat mempengaruhi plasenta ibu hamil. Ketika ibu hamil mengalami stres, terutama pada trimester pertama, plasenta meningkatkan produksi hormon pelepas Kortikotropin (CRH). Hormon ini bertugas mengatur durasi kehamilan. Kadar hormon tersebut yang lebih tinggi dari seharusnya dapat mempercepat durasi kehamilan, sehingga janin berisiko mengalami keguguran atau lahir prematur.

Selain itu, dukungan dari keluarga ini penting untuk menjaga mental dan psikis ibu hamil.

Cobalah pelajari teknik pernapasan dan meditasi. Berpikirlah dengan positif untuk menghindari stres. Tertawa, bercerita, bertemu teman, menonton film yang lucu, juga bisa menjadi cara relaksasi yang menyenangkan.

Intinya pada trimester pertama kehamilan ini Ibu memang harus berhati-hati menjaga kandungan, menjaga kondisi fisik dan psikis serta harus memperhatikan asupan makanan yang mengandung gizi yang seimbang. Lakukan apa yang bisa Ibu lakukan semaksimal mungkin. Selebihnya serahkan pada Tuhan.

Bagikan ini di: