fbpx
ARTIKEL

Program Bayi Tabung dan dasar hukumnya

| Luvi Zhea

Seluk beluk tentang program bayi tabung Anda mungkin sudah sering mendengar program Bayi Tabung sebagai solusi bagi mereka yang sulit punya anak.

Pengertian Bayi Tabung atau Inseminasi Buatan bukanlah bayi yang dihasilkan dari pembuahan di dalam tabung, sehingga biayanya sangat mahal. Bayi tabung memang membutuhkan biaya besar, tapi tidak membutuhkan tabung raksasa untuk tempat janin berkembang.

Pengertian Bayi Tabung lebih tentang pembuahan sel telur yang sudah matang dan sperma yang terjadi diluar tubuh wanita atau in Vitro Fertilization (IVF), tepatnya dalam media cairan khusus. Ketika proses ini berhasil sempurna, barulah embrio yang masih kecil dimasukkan ke rahim calon ibu untuk bertumbuh menjadi janin seperti pada umumnya orang mengandung.

Selain itu, Bayi Tabung sendiri membagi prosesnya menjadi tiga status yang berbeda, yaitu Inseminasi Buatan yang menggunakan sperma donor, sperma suami, atau model titipan.

Anda mungkin bertanya-tanya dengan legalitas bayi tabung sesuai Pengertian Bayi Tabung yang menggunakan donor selain suami sendiri. Tentu saja ini kembali ke kebijakan negara dimana Anda tinggal. Bisa saja Anda sekarang mendapatkan anak tanpa harus menikah bukan? Tapi apakah ini diperbolehkan? Anda sebaiknya mencari tahu lebih dalam mengenai aspek hukumnya. Karena ini penting sekali untuk keamanan Anda dan anak kedepannya.

Untuk dasar hukum kejelasan status anak hasil Bayi Tabung, Anda bisa berpegang pada UU Kesehatan no.23 tahun 1992. Segala hal yang membuat Anda bertanya-tanya tentang aspek hukum bayi tabung ini bisa Anda temukan disitu.

Bahkan apabila Anda ingin melihat dari sisi hukum Islam, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun sudah menyampaikan fatwanya.

Jadi sebelum Anda memutuskan untuk mengambil program bayi tabung sebaiknya Anda pertimbangkan dulu semua kemungkinan yang akan terjadi kedepannya.

Latar belakang munculnya Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah Fertilisasi in Vitro yang memiliki pengertian pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam Gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur minus 321 derajat Fahrenheit.

Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasangan suami istri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Otto Soemarwoto dalam bukunya Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa: Bayi Tabung pada satu pihak merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami dan istri.

Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang mulia menjadi pertentangan. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama. Tulisan ini tidak akan membahas mengenai pro kontra yang ada tetapi akan membahas mengenai aspek hukum perdata yang menekankan pada status hukum dari si anak dan segala akibat yang mengikutinya.

Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Dalam melakukan Fertilisasi in Virto, transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :

  1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
  2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan Ultrasonografi.
  3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan Ultrasonografi.
  4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
  5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
  6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
  7. Apabila dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kembali untuk melihat perkembangan janin.

Baca juga: Bagaimana cara cepat hamil yang efektif.

Permasalahan hukum perdata yang timbul dalam Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma atau sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah apabila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul antara lain adalah :

  • Bagaimanakah status keperdataan (Akte Lahir) dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?
  • Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia mempunyai hak mewaris?
  • Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Dari manakah ia memiliki hak mewaris?

Tinjauan dari segi hukum perdata terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Apabila benihnya berasal dari Suami Istri

  • Apabila benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses Fertilisasi in Vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim istri, maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
  • Apabila ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya, maka apabila anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun apabila dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak tersebut bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
  • Apabila embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)

Apabila salah satu benihnya berasal dari donor

  • Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan Fertilisasi in Vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
  • Apabila embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

Apabila semua benihnya dari donor

  • Apabila sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
  • Apabila diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Apabila sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.

Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program Fertilisasi in Vitro Transfer Embrio, ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada. Serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada. kKhususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya.

Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi Fertilisasi in Vitro Transfer Embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.

Contoh Kasus Inseminasi Buatan di Amerika Serikat, Mary Beth Whitehead sebagai ibu pengganti (Surrogate Mother) yang berprofesi sebagai pekerja kehamilan dari pasangan William dan Elizabeth Stern. Pada akhir tugasnya memutuskan untuk mempertahankan anak yang dilahirkannya itu. Timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh Pengadilan New Jersey, ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya. sementara Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak untuk mengunjungi anak tersebut.

Negara yang memberlakukan hukum Islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan sewa rahim. Negara Swiss yang notabennya bukan negara Islam juga melarang melakukan inseminasi buatan dengan donor.

Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami di dasarkan pada premis, bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.

Hukum bayi tabung dalam pandangan Islam di Indonesia

Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung atau inseminasi buatan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. “Itu hukumnya haram” papar MUI dalam fatwanya. Para ulama menegaskan di kemudian hari karena hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.

Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan.

Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tidak berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar penikahan yang sah, alias zina.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung:

  • Apabila mani (sperma) yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya”.
  • Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani muhtaram adalah mani yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113: “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan ber-onani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang”.
  • Apabila mani (sperma) yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).

Meski tidak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak-nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan, berdasarkan ijitihad jama’i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah, hukum inseminasi buatan seperti itu termasuk yang dilarang.

Hal itu disebut dalam ketetapan yang ke-empat dari sidang periode ke-tiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib. Dimana rumusannya: “Cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu) hal itu dilarang menurut hukum Syara’.

Baca juga: Cara ampuh agar bisa mempunyai anak laki-laki.

Bagikan ini di: