Selain memiliki tumbuh kembang yang normal, sebagian besar orangtua mungkin juga mendambakan untuk memiliki anak dengan tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. Lalu, bagaimana agar bisa memiliki anak yang cerdas?
Memiliki anak yang cerdas, itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: faktor gen atau keturunan, pola hidup sehat orangtua, kecukupan asupan nutrisi yang diberikan sejak dini (sebelum, selama dan sesudah kehamilan). Selain itu, pola asuh (kebutuhan biomedis), asih (kasih sayang), dan asah (stimulasi) juga harus terpenuhi (di dapat) sejak anak lahir.
Apakah benar, kecerdasan anak diturunkan dari ibunya?
Setiap anak yang dilahirkan pasti akan membawa gen dari ayah dan ibunya, baik itu dari segi fisik, sifat atau karakter, kecerdasan (IQ), hingga penyakit turunan. Dan pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah diterbitkan dalam Psychology Spot.
Namun bila bicara tentang kecerdasan anak, maka memang benar itu lebih berasal dari gen sang ibu. Mengapa demikian? Karena berdasarkan penelitian ternyata gen yang melibatkan intelejensi seseorang itu terletak pada kromosom X. Seperti kita ketahui pada pelajaran Biologi, laki-laki membawa satu kromosom X dan wanita membawa dua kromosom X, sehingga dengan begitu kemungkinan besar tingkat kecerdasan anak di dapat dan dipengaruhi dari gen ibunya yang memiliki dua kromosom X.
Namun demikian, bukan berarti sang ayah tidak menyumbang gen kecerdasan pada anak sama sekali. Gen ayah tetap berkontribusi terhadap kecerdasan anak, hanya saja pengaruhnya tidak sebesar dari gen yang dibawah oleh sang ibu.
The Medical Research Council Social and Public Health Sciences Unit juga telah melakukan penelitian pada tahun 1994 tentang tingkat IQ seseorang. Dari responden sebanyak 12.686 orang dengan rentan usia antara 14-22 tahun dari berbagai ras, pendidikan dan status ekonomi, ternyata didapatkan kesimpulan bahwa mereka yang cerdas itu memiliki ibu yang cerdas pula.
Sekarang coba kita lihat, perkembangan kemampuan anak, misalnya salah satunya dalam hal belajar bicara, maka kemampuan anak perempuan disini jauh lebih unggul dibanding anak laki-laki. Statistik menunjukkan selama 2 tahun pertama, anak perempuan menguasai rata-rata 120 kata sedangkan anak laki-laki hanya 90 kata. Hal itu bukan tanpa sebab, hal ini karena faktor kromosom X yang dibawah oleh anak perempuan tersebut.
Jadi itulah alasan mengapa gen ibu lebih besar pengaruhnya terhadap tingkat kecerdasan anak. Selain itu, bagi wanita yang menempuh pendidikan tinggi tapi memilih untuk fokus menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti ia telah melakukan hal yang sia-sia. Justru ini adalah bekal, untuk mendapatkan anak yang cerdas, baik itu dari gen yang diturunkannya maupun dari pola asuh yang terpelajar.
Membentuk kecerdasan anak sejak dalam kandungan
Bicara tentang kecerdasan, tentu saja tidak bisa lepas dari masalah kualitas otak, sedangkan kualitas otak itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor mulai dari sejak janin dalam kandungan. Dan perkembangan positif kecerdasan sejak dalam kandungan bisa terjadi dengan memperhatikan banyak hal, diantaranya adalah:
Cukupi asupan nutrisi sejak kehamilan ibu
Kebutuhan nutrisi sebenarnya bukan hanya dicukupi ketika ibu sedang mengandung, melainkan sebelumnya (ketika ibu siap untuk mengandung) juga harus sudah diperhatikan agar kondisi fisik ibu lebih siap dan proses kehamilan akan berlangsung optimal secara nutrisi. Apalagi ketika hamil muda, ibu biasanya akan mengalami mual muntah akibat Morning Sickness, dan berkurangnya nafsu makan.
Agar mempunyai anak cerdas, menu makanan saat hamil harus mengandung nutrisi seperti protein, AA dan DHA, asam amino, asam lemak omega 3, 6, dan 9, vitamin B, vitamin E, zat besi dan lainnya. Nutrisi-nutrisi tersebut sangat berperan penting dalam perkembangan otak janin di dalam kandungan terutama pada masa awal pembentukan dan perkembangan otak janin di dalam kandungan. Seperti yang telah Luvizhea.com jelaskan diawal, perkembangan kecerdasan anak dimulai sejak anak masih di dalam kandungan. Jadi semakin terpenuhinya kebutuhan nutrisi-nutrisi yang telah disebutkan di atas, maka semakin maksimal pula perkembangan otak janin.
Pola hidup sehat orangtua
Selain mengkonsumsi makanan yang bernutrisi agar mempunyai anak cerdas, pola hidup sehat yang diterapkan oleh ibu hamil juga sangat berpengaruh. Misalnya saat hamil, ibu dilarang merokok atau harus menghindari asap rokok karena itu dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak. Selain itu asap rokok juga mampu membuat janin menjadi cacat.
Pola hidup sehat lainnya yang perlu diterapkan adalah istirahat yang cukup (tidur tertur dan tidak bergadang), serta menghindari stres karena stres pada ibu hamil dapat berakibat buruk pada janin.
Selain itu, lakukan juga olahraga secara rutin, namun tidak perlu melakukan olahraga yang berat. Lakukan saja olahraga ringan seperti berjalan-jalan di pagi hari sambil menghirup udara segar atau melakukan yoga. Karena aktivitas tersebut bisa memperlancar aliran darah agar perkembangan janin juga semakin lancar.
Perhatian penuh terhadap kehamilan
Seorang ibu harus menerima kehamilannya dengan hati yang ikhlas dan bahagia, yaitu kehamilan yang benar-benar dikehendaki. Dengan begitu perhatiannya akan dicurahkan secara penuh pada kehamilan yang sedang dijalaninya. Berbeda dengan kehamilan yang tidak dikehendaki, misalnya karena kehamilan diluar nikah, kawin lari, atau karena komitmen antara suami dan istri untuk tidak memiliki momongan dalam waktu dekat. Tanpa komitmen diantara keduanya, kehamilan itu bisa dianggap mengganggu. Sehingga perhatian dan kasih sayang terhadap kehamilan ini bisa berkurang, tentu saja bila hal ini terjadi akan membuat tumbuh kembang janin dalam kandungan menjadi tidak optimal. Jadi sebisa mungkin ibu harus menerima kehamilannya dengan hati tentram.
Yang perlu ibu ketahui, faktor psikologis ibu saat hamil itu juga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan janin yang di kandungnya. Karena secara emosional bila ibu merasa gembira dan senang, maka dalam darahnya akan melepaskan zat-zat (hormon) rasa senang, sehingga bayi dalam kandungannya juga akan merasa senang. Namun sebaliknya bila ibu selalu merasa tertekan, terbebani, gelisah, dan stress, maka tubuh ibu juga akan melepaskan zat-zat dalam darah yang mengandung rasa tidak nyaman, sehingga secara tidak sadar bayi akan terstimulasi dan juga ikut gelisah.
Selain masalah psikologis, ibu juga harus memperhatikan dan mewaspadai masalah kehamilan yang dapat membahayakan kandungan ibu, seperti terjadinya Hiperemesis Gravidarum, Anemia, Placental Complications dan masalah lainnya yang dapat mengganggu asupan nutrisi dan suplai oksigen pada janin selama masa kehamilan. Ibu juga harus menjaga agar tidak terjadi infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, Herpes atau Hepatitis) selama kehamilan, karena TORCH sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya Autisme pada anak.
Lakukan juga konsultasi rutin dengan Dokter secara berkala. Awalnya bisa sebulan sekali, dan pada usia kehamilan tujuh bulan menjadi dua kali dalam sebulan. Selanjutnya diperketat menjadi seminggu sekali pada usia kehamilan sembilan bulan. Ini semua dilakukan untuk menjaga dan memastikan kehamilan tersebut berjalan sebagaimana mestinya.
Stimulasi selama masa kehamilan
Ibu juga bisa melakukan beberapa kegiatan yang dapat memancing kecerdasan anak sejak berada di dalam kandungan. Misalnya dengan sering mengajak janin berbicara, terutama saat kehamilan beruia 6 bulan, karena saat ini janin sudah mulai peka dan bisa mendengar bunyi-bunyian serta jaringan struktur otak pada janin sudah mulai berfungsi. Saat ibu dan suami mengajak janin berbicara, janin akan belajar untuk mengenali suara ibu dan ayahnya, dan membuat janin juga merasa semakin nyaman.
Selain itu ibu juga bisa memperdengarkan musik klasik yang juga bisa mendukung kecerdasan anak sejak dini. Karena berdasarkan penelitian musik klasik dinilai bisa mempengaruhi perkembangan otak anak ke arah yang lebih positif. Bagi orang Islam, memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an juga bisa menjadi alternatif yang sangat direkomendasikan.
Membentuk kecerdasan anak sejak ia lahir
Agar memiliki anak yang cerdas sejak kecil, pola asuh asih dan asah sejak anak dilahirkan juga mempunyai peranan yang penting.
Apalagi dalam masa tumbuh kembang anak adalah masa yang paling efektif untuk membentuk karakter dan kecerdasan anak.
Berikut bebarapa hal yang bisa ibu lakukan untuk membuat anak menjadi semakin cerdas:
Lakukan pemberian ASI secara eksklusif minimal 6 bulan sejak anak lahir
Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan (atau lebih bagus lagi selama 2 tahun) akan memberi banyak manfaat seperti meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh bayi sehingga bayi tidak mudah sakit seperti flu dan pilek pada bayi di masa awal kehidupannya. Selain itu ASI Mengandung zat berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi semisal meningkatkan perkembangan kecerdasan otak dan peningkatan kemampuan untuk berbicara pada bayi.
Apabila bayi tidak mendapatkan asupan ASI yang cukup, maka tumbuh kembangnya tidak bisa optimal diakibatkan asupan nutrisi yang kurang, dan bayi akan mudah terkena penyakit infeksi baik itu selama masa perkembangannya maupun setelah ia dewasa nanti. Jadi, untuk bayi yang baru lahir, makanan dan minuman yang paling sehat dan sangat di anjurkan adalah ASI (Air Susu Ibu).
Cukupi asupan nutrisi setelah masa pemberian ASI eksklusif telah berakhir
Ketika bayi telah menginjak usia 7 bulan, ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping ASI. Pada saat inilah, ibu dapat memilih makanan secara tepat yang dapat memberikan nutrisi untuk otak agar tingkat kecerdasan anak dapat berkembang dengan lebih baik lagi.
Makanan pendamping ASI memang tidak bisa diberikan asal-asalan. Artinya, makanan yang diberikan idealnya harus memenuhi kebutuhan zat gizi bayi hingga 80 persen, yaitu harus memperhatikan sumber zat gizi makro (karbohidrat, lemak, protein) dan air, juga zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dengan memperhatikan keragaman, kebutuhan, dan keamanan bahan makanan tersebut.
Bagaimana dengan kalorinya? Ya, bayi memang memerlukan jumlah kalori yang cukup yang dikaitkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata agar pertumbuhannya semakin optimal. Kebutuhan gizi bayi usia 7-11 bulan misalnya, memerlukan 725 kalori.
Selain itu dari segi mineral, kebutuhan zat besi dan seng (zinc) dari makanan yang dikonsumsi bayi juga perlu diberi perhatian lebih. Karena menurut catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008, 40 persen anak di dunia mengalami Anemia Defisiensi (kekurangan zat besi). Akibatnya, anak dapat mengalami gangguan perkembangan, antara lain kecerdasan karena kurangannya suplai oksigen ke otak.
Baca juga: Cara mengatasi anak susah makan.
Jangan membentak anak karena dapat mengganggu perkembangan sel-sel otak anak
Membentak anak ataupun berteriak merupakan hal spontan yang biasa dilakukan orangtua untuk menunjukkan superioritasnya dan untuk menarik perhatian anak agar memperhatikan dan mendengarkan ucapannya.
Namun, tahukah ibu? berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa marah dan suara bentakan terhadap anak akan mempengaruhi perkembangan otak anak serta akan mengganggu fungsi organ penting lainnya.
Pada saat anak bereksperimen hal-hal yang baru, maka sel otak akan mulai bekerja. Sinaps atau jembatan antar sel akan mulai bergabungan dan membentuk sinyal-sinyal kimia atau listrik diteruskan dari satu neuron ke neuron lain. Semakin banyak sinaps ini terhubung, maka semakin cerdas pula otak anak. Karena salah satu fungsi terhubungnya sinaps akan membuat anak dapat merangkai masalah dan menemukan solusinya.
Namun sayangnya, sel sinaps ini mudah sekali rontok. Salah satunya adalah akibat bentakan keras dari luar yang bisa mengguncang psikologis anak. Ini membuat sinaps yang awalnya menyambung, jadi terputus kembali. Bukan hanya satu saja yang terputus saat anak di bentak, melainkan jutaan sel. Jadi, apakah yang terjadi bila anak sering mendengar suara bentakan dari orangtuanya? Jawabanya tentu sudah dapat kita simpulkan, anak akan menjadi kurang cerdas terutama dalam hal intelejensi.
Selain itu, sering membentak anak juga akan menimbulkan efek yang tidak baik pada perkembangan sikapnya. Ia bisa meniru sikap tersebut dan akan berteriak sesuka hati baik kepada ibu maupun orang-orang di sekitarnya. Anak juga akan semakin bandel dan sulit diatur. Tentunya ibu tidak ingin anaknya bersikap demikian bukan? Untuk itu sebaiknya hindari berteriak meskipun ibu sedang marah padanya.
Jadi penting menimbulkan rasa aman (Emotional Security) dengan kontak fisik dan psikis sedini mungkin dengan ibu. Kebutuhan anak akan kasih sayang, diperhatikan dan dihargai, pengalaman baru, pujian, tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting untuk diberikan sejak dini.
Maklumi beberapa kenakalan anak demi menumbuhkan kreatifitasnya
Pada usia tumbuh kembang anak, Tidak jarang anak-anak bisa menjadi begitu aktif dalam melakukan berbagai aktifitas yang membuat mereka merasa senang, seperti bernyanyi, menari, menggambar dan aktifitas lainnya sesuai dengan kemampuan mereka.
Hanya saja, ada beberapa kegiatan yang dilakukan sering dikategorikan sebagai kenakalan anak karena memiliki risiko yang cukup bahaya, baik untuk anak maupun untuk lingkungannya. Apabila sudah begini, orangtua kerap dibuat pusing dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun sebagai orangtua, tentu kita juga harus dapat menghadapi anak dengan sabar dan bijak. Karena sebenarnya di balik kenakalan yang dilakukan, sebenarnya ada banyak hal yang anak pelajari.
Jadi sebaiknya sebagai orangtua kita membiarkan dan jangan sesekali memarahi mereka ketika melakukan hal-hal seperti bermain lumpur, menanam bunga, membantu memasak, mencorat-coret tembok, bermain dengan mainan yang berserakan dimana-mana, dan kenakalan-kenakalan lainnya. Karena aktivitas dan kenakalan yang mereka kerjakan sebenarnya merupakan bagian dari eksplorasi dari kreatifitas anak untuk belajar mengenal sesuatu dengan cepat. Dan sebagai orangtua, ibu hanya perlu mengarahkan anak agar aktivitas mereka menjadi lebih positif dan terarah.
Apabila melarang anak melakukan ini itu, maka anak akan takut untuk melakukan hal-hal baru seperti pada aktivitas yang masuk kategori kenakalan anak yang telah Luvizhea.com jelaskan diatas. Selain itu, ketertarikan (minat) anak akan berkurang, daya imajinasinya jugaakan menurun karena keterbatasan untuk melakukan hal-hal baru, serta kebiasaan kecil untuk berperilaku penasaran dan rasa ingin tahu apa itu? juga akan turun. Bila sudah begini, maka otak akan membuat pola baru, yaitu kreatifitasnya mulai menurun dari sebelumnya, bahkan cenderung tidak akan menampilkan kreatifitasnya lagi hingga kelak ia dewasa.
Jangan memaksakan anak untuk belajar lebih dini
Kondisi masyarakat kita umumnya memberi tekanan pada anak. Karena muncul beberapa anggapan yang memberi penekanan bahwa:
- Bila anak bisa membaca lebih dini, berarti ia lebih pintar, sehingga anak harus bisa membaca sebelum masuk SD.
- Anak yang berharga di mata orangtuanya adalah anak yang mendapat ranking 1 di kelas.
- Anak pintar itu adalah anak yang belajar dengan cara duduk diam.
Jadi orangtua saat ini cenderung mengejar anak supaya cepat bisa, misalnya ingin anak cepat bisa membaca dan menulis, cepat bisa berhitung, cepat bisa berbahasa Inggris, dan cepat menguasai pelajaran yang lainnya. Sehingga kebanyakan orangtua memaksakan anak untuk belajar dan terus belajar.
Namun, apakah memaksa anak belajar sedini mungkin itu baik? Justru berbagai penelitian menunjukkan kebalikannya. Memaksa anak belajar seperti keinginan orangtuanya justru akan menurunkan minat anak belajar, bahkan bisa membuat anak menjadi BLAST (Bored, Lonely, Angry/Afraid, Stressed, Tired). Memaksa anak terlalu keras justru malah membuat anak kehilangan potensi belajar berbagai hal lainnya, begitu pula harapan orangtua ke anak dalam hal-hal lainnya.
Jadi jangan memakasakan kehendak agar anak cepat menjadi pintar dengan memaksa ia belajar, misalnya belajar membaca di usia dini.
H.M. Coleman meneliti murid-murid kelas 1-6 SD yang kesulitan membaca. Ia menyebutkan bahwa masalahnya bukan pada kecerdasan anak. Anak yang tidak bisa membaca sampai usianya 8 tahun bukan berarti mereka bodoh, melainkan perkembangan organ visualnya hanya belum sampai ke sana. Ditambah lagi, H.M. Coleman menemukan kalau 70% anak yang belum bisa membaca itu adalah anak laki-laki. Mengapa? Karena perkembangan anak laki-laki itu 6-12 bulan lebih lambat dibandingkan anak perempuan.
Buat suana belajar menjadi menyenangkan
Banyak orangtua yang menginginkan anaknya mulai mempelajari berbagai hal yang akan bermanfaat bagi masa depannya nanti, mulai sejak usia dini. Namun, anak yang masih berusia dini (balita) umumnya akan lebih suka bermain dibandingkan dengan belajar. Meskipun begitu, bukan berarti anak tidak bisa diajak untuk belajar.
Pada balita, bermain merupakan salah satu bentuk stimulasi yang paling efektif untuk tumbuh-kembangnya, baik dalam segi fisik, psikologis, sosio-emosional, kemandirian, kreativitas dan kecerdasan anak. Jadi biarkan anak bermain seperti yang di inginkannya, dan dalam bermain tersebut ibu bisa mengarahkannya sembari mempelajari sesuatu, seperti: cara berkomunikasi, mempelajari kosakata baru, cara berpakaian, cara makan, cara mandi, cara berinteraksi dengan orang lain, dan cara-cara lainnya.
Dalam bermain dan belajar tersebut ibu dapat menggunakan bantuan media seperti tulisan, simbol, gambar, nyanyian (lagu) maupun video dalam permainannya dan dalam mengajarinya sesuatu, atau bisa menggunakan boneka peraga saat ingin bermain dan belajar dengan cara mendongeng.
Disini memang memerlukan pendampingan dan kesabaran dari orangtua dalam menjelaskan setiap permaianan yang dilakukannya. Ingatlah bahwa anak lebih suka bermain daripada belajar, karena itulah ibu harus mampu membuat suasana belajar seperti sedang bermain.
Selain daripada itu, ibu bisa membuat ruang bermain (kamar khusus anak) yang terlihat ceria dengan memberikan berbagai hiasan pada dinding kamarnya. Selain sebagai dekorasi, hiasan dinding ini juga harus bermanfaat untuk membantu proses pembelajaran bagi anak. Misalnya, tempelkan berbagai gambar hewan atau tumbuhan pada dinding kamar, dan berikan keterangan dalam bahasa inggris. Secara tidak langsung, anak akan mengenal bahasa inggris dari berbagai hewan dan tumbuhan yang tertempel pada dinding. Cara ini akan lebih efektif dibandingkan meminta anak menghafalkannya dari kamus.
Lakukan juga pengenalan terhadap lingkungan teman sebayanya agar kemampuan komunikasi verbal dan non verbalnya bisa berkembang dengan baik dan agar anak tidak menjadi pribadi yang pemalu. Caranya dengan ibu mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan sosial atau aktivitas bermain yang melibatkan teman-teman sebayanya, misalnya dengan memasukannya ke PAUD atau Kelompok Bermain.
Dari stimulasi-stimulasi ini diharapkan ketika anak tumbuh, bukan hanya membuat anak menjadi cerdas, melainkan ia dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, dan yang tidak kalah penting hal ini juga dapat menimbulkan kedekatan antara ibu dan anak.