fbpx
ARTIKEL

Perkataan yang tidak boleh diucapkan orangtua pada anak

| Luvi Zhea

7 perkataan yang membentuk karakter anak jadi burukKata-kata bisa menjadi sumber inspirasi, tetapi juga bisa menyakitkan, dan tidak bisa ditarik ulang. Orangtua harus memperhatikan cara mereka berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Berbagai masalah rumah tangga, pekerjaan, sampai kenakalan anak tidak jarang membuat orangtua lepas kontrol dan marah. Bahkan tidak jarang, anak-anak menjadi sasaran kemarahan orangtua. Entah melalui sikap ataupun kata-kata kasar yang keluar dari mulut. Kalimat sederhana yang keluar dari mulut orangtua dapat berdampak besar pada hubungan orangtua dan anak dalam jangka panjang. Maka dari itu sebaiknya orangtua menghindari perkataan yang seharusnya tidak boleh diucapkan orangtua pada anak.

Berikut ini Luvizhea.com berikan contoh 7 perkataan yang tidak boleh diucapkan orangtua pada anak mereka karena akan berdampak buruk pada karakter anak tersebut untuk kedepannya:

Aku tidak peduli

Anak kecil senang bercerita tentang segala sesuatu yang mereka lihat dan yang mereka alami. Tetapi terkadang orangtua tidak ingin mendengarkan mereka. Jangan pernah mengatakan Anda tidak peduli dengan cerita mereka. Itu akan membuat anak-anak merasa tidak penting dan menghilangkan rasa percaya diri mereka.

Ketika saat itu kita sedang sibuk dan tidak dapat di ganggu, beritahulah anak Anda bahwa masalah itu bisa dibahas di lain waktu, ketika Anda dapat fokus pada pembicaraan sang anak. Tetapi jangan ingkar janji. Jangan lupa membahasnya di kemudian waktu.

Kamu kan sudah besar !

Putri Anda berusia 7 tahun tetapi masih bertingkah selayaknya anak umur 3 tahun. Jangan pernah menyalahkan tingkahnya sembari mengatakan “Kamu kan sudah besar!” Ini akan membuat anak-anak merasa dikritik padahal mereka bisa saja sedang punya masalah dan butuh bantuan untuk menyelesaikannya.

Saran kami, Ketika Anda hendak bereaksi, ambillah jeda waktu sebentar, Pikirkan matang-matang dampak perkataan Anda, jadi bukan asal reaksi spontan. Jeda tersebut membantu menurunkan adrenalin sehingga otak bisa berpikir tanpa emosi.

Minta maaf sana !

Ketika anak kita bertengkar dengan temannya semisal karena merebut mainan temannya dan membuatnya menangis. Anda langsung memerintahkan sang anak untuk meminta maaf atas tindakannya. Anda memang bermaksud mulia, tetapi memaksa anak untuk meminta maaf tidak mengajari mereka kemampuan sosial. Anak kecil tidak dapat langsung mengerti kenapa mereka harus meminta maaf. Bila selalu disuruh, mereka bisa saja makin lambat memahami alasan meminta maaf bila telah melakukan tindakan buruk.

Sebaiknya yang Anda lakukan Minta maaflah kepada anak kecil yang dibuat menangis oleh anak Anda, sehingga pada saat bersamaan Anda memberi ia contoh bagus kelakuan yang ingin ditanamkan.

Masa kamu tidak bisa bisa juga?

Ketika anak mempelajari sesuatu, misal saat anakbelajar soal matematika, dia tidak kunjung paham. Anda pun langsung bertanya “Masa kamu tidak bisa-bisa juga” Komentar ini akan menjatuhkan mental mereka. Sebab, anak-anak akan menangkap pertanyaan itu dengan berbeda. Mereka akan mengira Anda bertanya “Kenapa masih nggak bisa juga? Apa yang salah dengan kamu sehingga nggak bisa?”.

Sebaiknya ambil waktu istirahat, apabila Anda sudah tidak tahu cara lain mengajari anak mengenai sesuatu, berhentilah. Lanjutkan pelajaran ketika Anda sudah siap untuk mencobanya lagi.

Kalau nakal, Ibu akan meninggalkanmu di sini.

Anda mengancam dan menakuti anak-anak dengan harapan agar mereka patuh pada perintah Anda. Perlu Anda ketahui, ketakutan terbesar anak-anak adalah tersesat sendirian dan merasa tidak aman. Oleh karena itu, tindakan Anda meninggalkannya sendirian akan menimbulkan trauma bagi dirinya.

Tetapi apa yang terjadi saat ancaman tidak berhasil dilakukan? Anak dengan cepat belajar kalau ibu memberikan ancaman kosong. Alih-alih mengancam dan menakuti anak, lebih baik katakan keinginan Anda dengan baik. Misalnya ketika anak merengek minta mainan, katakan saja padanya, “Rafanda, kalau kamu terus merengek seperti itu, kita akan pulang sekarang. Tapi kalau kamu tidak nakal, kita akan tetap di toko ini dan memilih belanjaan bersama mama”.

Alternatif lainnya adalah dengan beristirahat sejenak. Kenakalan anak dan kemarahan Anda mungkin saja merupakan tanda bahwa Anda atau anak butuh istirahat.

Kenapa kamu tidak seperti saudaramu yang lain?

Dengan mengatakan hal ini, maka secara tidak langsung Anda membandingkan anak-anak dengan saudaranya yang lain bahwa anak tidak cukup pintar, tidak cukup baik, ataupun tidak cepat belajar dibanding saudaranya. Pembanding ini juga akan meningkatkan persaingan antar saudara, yang nantinya akan merusak hubungan persaudaraan mereka.

Terima setiap anak dalam keluarga Anda karena mereka memiliki keunikan dan keistimewaan sendiri. Bantu anak untuk melihat keistimewaan mereka dengan berfokus pada masing-masing individu tanpa menggunakan perbandingan.

Seandainya kamu tidak pernah ada

Kalimat ini punya makna: “Ayah dan ibu tidak pernah menginginkanmu!” Karenanya, kalimat ini tidak sepantasnya diucapkan oleh orangtua. Kalimat ini akan sangat menyakitkan, baik bagi si anak maupun orang lain yang mendengarnya. Terlepas dari kenakalan yang telah dilakukan anak, dia hadir karena kehendak Anda dan suami.

Maka, bersikaplah sebagai orangtua yang bertanggung jawab dengan mengasuh dan mendidik anak dengan baik. Bukannya menyalahkannya karena mereka lahir ke dunia.

Bagaimana cara melarang anak dengan baik?

Tugas kita sebagai orangtua adalah untuk memberi tahu dan melarang anak agar tidak melakukan hal-hal yang salah. Perlu Anda ketahui, kata-kata larangan yang dilontarkan kepada anak bisa berakibat buruk kepada mereka. Bisa membuat mereka merasa tertekan, takut, dan bahkan stress.

Sah saja melarang anak, tetapi gunakan kata-kata yang positif. Hindarilah perkataan negatif yang tidak boleh diucapkan orangtua pada anak dalam melarangnya, seperti kata “jangan” dan “tidak boleh” .

Ketika ingin melarang anak melakukan sesuatu hal yang tidak baik, sebaiknya Anda fokus pada masalah yang dihadapi dan pada tujuan yang ingin dicapai dengan kata-kata Anda.

Misalnya ketika Anda melarang anak untuk menonton TV sampai larut malam karena takut terlambat bangun keesokan harinya, Anda akan mengatakan, “Jangan nonton TV sampai malam!”. Kalimat ini selain terdengar sebagai kalimat larangan, juga terdengar sebagai kalimat perintah untuk anak. Sehingga tidak jarang anak justru merasa terpaksa melakukannya karena ketakutan. Kalimat yang lebih baik diucapkan dan didengar anak adalah, “Yuk tidur, sudah malam, besok kan kamu harus bangun lebih awal”. Meski mengandung arti yang sama, kalimat ini terdengar lebih lembut dan lebih menyenangkan bagi anak. Berikan juga alasan yang jelas dan benar mengapa anak tidak boleh melakukannya. Jadi jangan hanya asal melarang mereka.

Bagaimana cara memuji anak dengan baik?

Sebagai orang tua, sudah sepatutnya apabila Anda selalu menginspirasi anak dengan berbagai kalimat pembangkit semangat. Namun, situasi hati yang sedang tidak menentu kadang membuat kalimat yang keluar dari mulut kita justru membuatnya patah semangat. Berkomunikasi dengan anak-anak dengan efektif bisa sangat sulit dilakukan, terkadang kata yang kita sampaikan artinya bisa berbeda ketika sampai di telinga mereka. Karena, anak-anak tidak bisa diharapkan untuk mampu mencerna kata-kata dan konteks kalimat dengan cara yang sama dengan orang dewasa .

Apabila Anda ingin anak-anak bisa tumbuh menjadi yang terbaik, usahakan mengganti kata-kata yang Anda sampaikan dengan kata-kata yang membantu membangun karakter anak.

Tidak ada salahnya memuji keberhasilan anak. Namun, jangan terlalu berlebihan. Pujian yang berlebihan dapat menjadi bumerang bagi orangtua dalam tumbuh-kembang anak kedepannya. Anak-anak akan menjadi haus pujian, dan akhirnya mereka akan menjadi orang-orang yang selalu ingin dipuji. Selain itu, dengan pujian seperti “kamu hebat”, “kamu cantik”, “kamu pintar” secara tidak langsung akan membuatnya berpikir bahwa Anda hanya mencintainya saat mereka terlihat hebat, dan pandai saja.

Seperti yang Luvizhea.com kutip dari sebuah penelitian yang dilakukan Carol Dweck, PhD, psikolog sosial dari Columbia University, menyatakan: anak-anak yang dipuji karena “berusaha keras” saat melakukan tes ternyata lebih mampu melakukan tugas yang sulit dibandingkan anak-anak yang dipuji karena “pintar”.

Memuji sifat anak dan membuat janji bahwa mereka akan sukses karena anak-anak punya sifat tersebut, akan mengurangi nilai usaha mereka. Sehingga membuat anak-anak juga menjadi takut menghadapi suatu tantangan. Karena mereka pikir dengan punya sifat itu saja sudah cukup sehingga mereka akan berhenti ketika mereka sudah selangkah lebih maju dibanding teman lainnya.

Baca juga: Hati-hati, anak belajar menyalahkan orang lain dari Anda.

Bagikan ini di: