Untuk itu, Luvizhea.com kali ini akan membahas artikel tentang radang paru-paru pada bayi atau balita sehingga akan menambah wawasan bagi ibu sebagai orangtua dalam menyikapi, mengenali gejala, antisipasi pencegahan hingga cara menangani radang paru-paru yang mungkin saat ini sedang dialami oleh anak ibu.
Penyebab radang paru-paru (Pneumonia)
Sebenarnya, Pneumonia dapat diderita oleh siapa saja, termasuk bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Baik pria maupun wanita. Namun disini yang berisiko tinggi menderita Pneumonia adalah anak-anak di bawah 2 tahun dan manula.
Ada tiga hal penting mengapa bayi, balita atau orang dewasa bisa terkena suatu penyakit, yaitu karena faktor host (kekebalan tubuh), faktor environment (lingkungan), dan faktor agent (kuman, bakteri, virus, jamur dan lain-lain).
Pneumonia akibat faktor host (kekebalan tubuh)
Bayi yang terlahir prematur atau Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR), sangat rentan sekali terkena radang paru-paru (Pneumonia) dan masalah pernafasan lainnya. Hal ini karena daya tahan (kekebalan tubuh) bayi yang pada umumnya masih sangat rendah.
Selain itu, bayi atau balita yang tidak mendapat nutrisi yang cukup, juga akan membuat kekebalan tubuhnya kurang sehingga lebih mudah terinfeksi Pneumonia. Nutrisi terbaik untuk bayi dan balita adalah Air Susu Ibu (ASI), apabila bayi ibu terkena Pneumonia atau penyakit lainnya, mungkin saja itu karena bayi ibu kurang mendapat ASI.
Bukan hanya itu, penyebab kekebalan tubuh bayi rendah bisa jadi juga disebabkan karena imunisasi dasar yang diberikan tidak lengkap. Hal ini karena imunisasi pada sebagian masyarakat masih menjadi pro dan kontra. Sehingga masih banyak orangtua yang tidak memberikan imunisasi dasar pada bayinya. Padahal, dengan pemberian imunisasi yang terjadwal akan membuat kekebalan tubuh bayi lebih siap terhadap serangan berbagai macam virus dan bakteri penyebab penyakit.
Pneumonia akibat faktor environment (lingkungan)
Bayi atau anak-anak sering tertular berbagai penyakit seperti flu, batuk atau pilek karena faktor lingkungan sekitarnya, seperti tertular oleh temannya, orangtua atau orang yang ada di sekelilingnya. Itulah sebabnya, sangat penting bagi kita sebagai orangtua untuk menjauhkan (menjaga) bayi dari orang yang sedang sakit, walau batuk pilek sekalipun. Penularan radang paru-paru (Pneumonia) pada bayi dari orang dewasa dapat terjadi walau orang dewasa tersebut tidak terkena radang paru-paru, melainkan hanya batuk dan pilek biasa saja. Karena daya tahan tubuh mereka yang masih sangat rentan, membuat sakit yang terasa biasa bagi orang dewasa menjadi lebih ganas bagi bayi.
Selain itu, lingkungan yang pengap (sirkulasi udara yang kurang baik) dan banyak alergen seperti debu, asap rokok, asap pabrik, asap kendaraan bermotor serta polusi udara lainnya, juga dapat menyebabkan anak-anak sering mengalami batuk-batuk (alergi) atau bisa juga hal tersebut menjadi faktor penyebab dari radang paru-paru.
Pneumonia akibat faktor agent
Penyebab utama dari radang paru-paru (Pneumonia) adalah disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, seperti:
- Bakteri (S.pneumonia, H.influenza, S.aureus, P.aeruginosa, M.tuberculosis, M.kansasii);
- Jamur (P.carinii, C.neoformans, H.capsulatum, C.immitis, A.fumigatus);
- Protozoa (Toksoplasma); dan
- Virus (CMV, Herpes Simpleks)
Ciri, tanda atau gejala dari radang paru-paru (Pneumonia)
Beberapa gejala khas yang mudah terlihat dari orang yang mengalami Pneumonia diantaranya adalah:
1. Batuk
Gejala awal dari Pneumonia sendiri adalah batuk baik batuk nonproduktif (tidak berdahak) ataupun produktif (berdahak) dengan sputum purulen (kekuningan). Namun perlu juga diperhatikan, pada bayi yang baru lahir yang mengalami Pneumonia gejalanya jarang disertai batuk.
Batuk sendiri sebenarnya merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sumber gangguan (mengatasi rasa tidak nyaman), misalnya lendir, benda yang terhirup, infeksi di saluran nafas, dan lain sebagainya. Jadi, apapun yang mengganggu saluran nafas, dari atas sampai bawah, bisa merangsang terjadinya batuk.
Cara mengenali apakah batuk tersebut akibat Pneumonia atau bukan adalah sebagai berikut: apabila batuk tersebut tanpa disertai nafas cepat dan sesak berarti bukan merupakan gejala Pneumonia, melainkan hanya merupakan ISPA bagian atas saja. Namun apabila batuk tersebut hanya disertai nafas cepat, maka hal tersebut dikategorikan Pneumonia ringan. Sedangkan apabila batuknya disertai nafas cepat dan sesak, hal tersebut baru dikatakan sebagai Pneumonia berat.
Bagaimana bila batuk disertai muntah? Yang perlu ibu ketahui, muntah yang terjadi saat batuk (Posttussive Emesis) adalah akibat batuk yang terus menerus terjadi. Sehingga muntah bukanlah salah satu gejala dari radang paru-paru. Melainkan saat batuk perut ikut mengalami kontraksi sehingga apa yang ada diperut juga ikut keluar.
Selain itu, lamanya batuk yang diderita anak juga perlu diwaspadai. Apabila batuknya berlangsung hingga 2 minggu, ada kemungkinan itu merupakan gejala ISPA atas dan Pneumonia. Sedangkan bila anak ibu mengalami batuk lebih dari 2 minggu (tidak sembuh-sembuh) maka itu bisa dianggap sebagai infeksi saluran pernafasan kronik yang mengarah kepada TBC atau asma.
2. Nafas cepat
Nafas cepat pada setiap tingkatan usia pun tidak sama. Bayi di bawah usia 2 bulan baru dikatakan bernafas cepat bila nafasnya lebih dari 60 kali permenit. Sedangkan bayi di atas usia 2 bulan sampai 1 tahun, baru bisa dikatakan bernafas cepat bila nafasnya lebih dari 50 kali permenit. Sementara pada anak 1 sampai 5 tahun baru bisa dikatakan bernafas cepat bila nafasnya lebih dari 40 kali permenit. Jadi apabila nafas anak ibu lebih cepat dari yang telah ditentukan (Tachypnea) tersebut, maka sebaiknya ibu perlu waspada. Karena ada kemungkinan anak ibu terkena ISPA bawah atau Pneumonia.
3. Sesak nafas
Untuk mengetahui apakah bayi ibu mengalami sesak nafas atau tidak, bisa dilihat dari tarikan dinding dada ke dalam (Retraksi / Chest Indrawing). Normalnya, saat bernafas dada tidak sampai cekung. Tetapi pada keadaan sesak akibat Pneumonia, karena usaha nafas yang ekstra, maka dinding dada akan tertarik sehingga cekung ke dalam. Makin berat ia bernafas, makin dalam tarikannya. Dari sana ibu bisa melihat dari gejala sesak nafas yang mungkin dialami oleh bayi atau anak ibu. Apabila hal tersebut terjadi maka ibu juga perlu mewaspadainya sebagai Pneumonia.
Sekedar pengetahuan, sesak napas karena Pneumonia berbeda dengan asma. Pada Pneumonia, kesulitan napas terjadi pada saat anak ibu menarik napas. Sedangkan pada asma, kesulitannya saat anak ibu mengeluarkan napas, bahkan terkadang mengeluarkan bunyi ngik-ngik atau mengi.
4. Sionosis Sentral
Pada Pneumonia yang sudah berat, selain mengalami gejala yang telah Luvizhea.com sebutkan diatas seperti batuk, nafas cepat, sesak nafas(saking sesaknya sampai sulit minum). Juga akan disertai dengan gejala sianosis sentral, yakni dada atau perut, bibir dan lidah bayi berwarna kebiruan. Hal ini terjadi karena kurangnya oksigen yang masuk sehingga membuat tubuh menjadi tampak pucat atau kebiruan.
5. Rewel atau merintih
Bayi dengan Pneumonia menjadi mudah rewel dan gelisah sebagai akibat dari infeksi tersebut. Pneumonia membuat mereka merasa tidak nyaman, sehingga menyebabkan bayi sering menangis atau mengalami kesulitan tidur.
6. Badan kurus (Berat badan tidak naik)
Bayi atau balita yang sering sakit atau mengalami Pneumonia umumya akan terlihat lebih kurus. Hal ini disebabkan selain nafsu makannya yang berkurang, asupan yang ia konsumsi baik berupa makanan atau ASI dari ibunya akan digunakan tubuh untuk mengatasi infeksi tersebut. Dengan kata lain, kebutuhan energi pada bayi saat terserang penyakit selain digunakan untuk mengatasi penyakitnya juga untuk tumbuh kembangnya. Sehingga dengan begitu berat badannya cenderung tidak ada peningkatan.
7. Demam
Bayi dengan Bacterial Pneumonia seringkali mengalami demam (peningkatan suhu tubuh), namun bayi dengan Viral Pneumonia atau Pneumonia yang disebabkan oleh Organisme Atipikal tidak begitu demam atau bahkan tidak demam. Melainkan hanya mengalami beberapa gejala yang telah disebutkan Luvizhea.com diatas.
Demam yang terjadi biasanya seperti sakit flu biasa. Atau bisa juga yang panas hanya area kepala bayi, sedangkan bagian kaki dan tangan terasa agak dingin.
Apabila pneumonia terjadi setelah bayi lahir, gejalanya akan timbul secara bertahap. Terkadang bayi tiba-tiba menjadi sakit yang disertai dengan turun-naiknya suhu tubuh.
Diagnosis radang paru-paru (Pneumonia)
Selain mengenali ciri, tanda atau gejala yang disebutkan Luvizhea.com diatas, diagnosa Pneumonia akan jauh lebih jelas dengan dilakukan pemeriksaan penunjang pada Dokter Anak.
Berikut bebarapa hasil diagnosa bahwa anak ibu mengalami Pneumonia:
- Terdengar nafas yang kasar, dan apabila diperiksa dengan Stetoskop akan terdengar suara yang lemah.
- Hasil Rontgen dada menunjukkan ada bagian yang berwarna putih-putih di bagian kiri atau kanan paru.
- Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak (sputum). Sayangnya pengujian ini sulit sekali dilakukan pada anak.
- Hasil tes darah menunjukkan peningkatan sel darah putih dengan dominasi Netrofil untuk Pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri. Bila peningkatan sel darah putih dengan dominasi Limfosit, sangat mungkin Pneumonia karena virus.
Pencegahan radang paru-paru (Pneumonia)
Pneumonia itu bisa dicegah, dengan menghilangkan faktor resiko penyebab Pneumonia seperti yang telah Luvizhea.com jelaskan diatas.
Pencegahan pertama yang dapat dilakukan oleh seorang ibu agar bayinya tidak mudah terkena Pneumonia atau penyakit lainnya adalah dengan memberikan ASI yang cukup bahkan sejak ia dilahirkan. Pemberian ASI yang cukup bisa meningkatkan kekebalan tubuh bayi serta menurunkan jumlah bayi dan balita yang terkena Pneumonia sebanyak 15-23 persen.
Dan apabila anak ibu sudah tidak menyusu ASI, maka perhatikan asupan gizi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Pneumonia juga dapat dicegah dengan vaksinasi IPD (Invasive Pneumococcal Disease) untuk infeksi karena Pneumococcus, dan dengan Vaksin HIB (Haemophilus Influenzae type B) untuk penyebab radang paru-paru dari virus influenza. Vaksin ini dapat diberikan sejak usia bayi menginjak 2 bulan.
Selain itu, perhatikan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan, misalnya:
- Hindari bayi dari orang-orang yang sedang flu, pilek, demam atau batuk bersin. Apabila orangtua sedang sakit, sebaiknya jangan tidur satu kamar dengan bayi. Atau gunakan masker untuk mencegah bayi tertular.
- Menjauhkan bayi dari asap rokok serta penyebab polusi udara lainnya.
- Jagalah kebersihan AC ruangan. Apabila memakai kipas angin, jangan langsung diarahkan ke tubuh bayi atau dipantulkan ke dinding, karena hal tersebut justru membuat debu bisa berterbangan ke mana-mana. Lebih baik lagi apabila kamar atau ruangan yang ibu pakai menggunakan Exhaust Fan untuk menjaga sirkulasi udara tetap baik dan mengurangi debu didalam kamar tersebut.
Dan jangan lupa, selalu sediakan obat penurun panas anak di rumah.
Penanganan radang paru-paru (Pneumonia)
Penanganan radang paru-paru pada bayi tidak bisa ditunda, harus segera ditangani oleh Dokter. Pasalnya, bila ditunda, infeksi tersebut bisa menyebar ke mana-mana. Bisa menjadi Meningitis, infeksi darah, terakhir bisa menjadi infeksi menyeluruh ke seluruh tubuh. Jadi, apabila dilakukan diagnosa dan penanganan yang cepat dan tepat, maka bayi dengan Pneumonia akan bisa tertolong.
Berikut langkah-langkah perawatan dan pengobatan yang dapat dilakukan bila anak mengalami Pneumonia, diantaranya:
- Pemberian antibiotik, diantaranya: Amoxicilin, Amoxiciln Clavulanate, Azitromycin, Ceftrixaone, Cefotaxime, Doxycicline, Clindamycin.
- Bila dicurigai disebabkan oleh infeksi virus (terutama pada anak-anak dibawah 2 tahun) maka dapat diberikan obat anti-virus.
- Bila disertai pula dengan demam, biasanya perlu diberi obat penurun panas, dikompres serta harus banyak minum agar tidak terjadi dehidrasi.
- Bila gejalanya sudah meningkat hingga nafas sesak dan cepat, dapat dirawat di rumah sakit, dengan diberikan bantuan oksigen, serta infus untuk menambah cairan tubuh.
- Banyak kasus anak bisa sembuh dari Pneumonia ketika dilakukan Nebulizer (Uap) pada anak. Nebulizer adalah sebuah alat yang mampu mengubah zat dalam bentuk cair menjadi uap. Dan ini menjadi solusi terapi Pneumonia pada anak yang tidak bisa minum obat. Alat Nebulizer sebenarnya bisa dibeli sendiri, akan tetapi dosis dan penggunaan campuran obat Nebulizer harus tetap dikonsultasikan ke Dokter, karena harus sesuai dengan berat badan dan usia si anak serta berdasar hasil pemekriksaan yang telah dilakukan oleh Dokter.
- Status gizi juga harus diperhatikan, pemberian vitamin, makan serta minum yang cukup. Saat sakit bila anak ingin makan, sebaiknya berikan makanan yang mudah dicerna, seperti sup dan buah-buahan.
- Saat tidur, sebaiknya tinggikan bantal supaya pernafasan anak lebih lancar. Dan usahakan agar kamar tidak pengap dan panas.
Baca juga: Kenali penyebab nyeri dada dan cara mengatasinya.