Karena memiliki kesamaan dengan virus Dengue, virus Zika juga ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor virus Zika ini adalah nyamuk Aedes, yaitu: jenis Aedes Aegypti pada daerah tropis, Aedes Africanus pada daerah Afrika, dan Aedes Albopictus pada beberapa daerah lain. Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang aktif di siang hari, dan dapat hidup di dalam maupun luar ruangan, sehingga lebih cepat menyebar dan berkembang biak.
Virus Zika sebenarnya telah ditemukan pada monyet-monyet di Hutan Zika, Uganda, pada 1947. Dan kasus pertama yang dialami manusia terjadi di Nigeria pada tahun 1954, namun tidak menimbulkan ancaman besar terhadap manusia dan diabaikan oleh komunitas ilmuwan pada saat itu.
Kasus pertama dari wabah penyakit yang disebabkan oleh virus Zika terjadi di Yap Island, sebuah pulau di kawasan Pasifik Mikronesia pada tahun 2007. Semenjak itu, kasus virus Zika beberapa kali muncul dalam frekuensi yang tidak kuat di kawasan Pasifik.
Sampai sejauh ini sudah lebih dari 20 negara terutama di Amerika Latin dan Karibia yang melaporkan adanya wabah infeksi virus Zika ini, antara lain: Barbados, Bolivia, Brasil, Cap Verde, Colombia, Dominican Republic, Ecuador, El Salvador, French Guiana, Guadeloupe, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Martinique, Mexico, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Saint Martin, Suriname, Venezuela, dan Yap Island.
Apakah virus Zika ini sudah ada di Indonesia?
Di Asia Tenggara sendiri kasus tentang virus Zika masih terbilang sangat langka, virus Zika pertama kali ditemukan di kawasan Indocina berdasarkan data WHO pada awal Juni 2015.
Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan pernyataan dari Dr.Herawati Sudoyo Ph.D, Deputi Direktur Eikjman Institute mengatakan bahwa pihaknya menemukan virus ini saat terjadi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jambi pada Desember 2014-April 2015.
Namun ada juga laporan yang mengatakan bahwa ternyata pada tahun 1981, peneliti Australia telah melaporkan adanya pasien penderita virus Zika setelah ia bepergian ke Indonesia. Laporan-laporan tentang virus Zika di Indonesia terus berlanjut, pada tahun 2013, peneliti Australia juga melaporkan kembali penemuan satu kasus infeksi virus Zika pada seseorang warga negara Australia setelah melakukan perjalanan selama 9 hari ke Jakarta. Penemuan kasus tersebut dipublikasi pada American Journal Tropical Medicine and Hygiene.
Dari laporan beberapa kasus terdahulu dan adanya penemuan virus ini tahun 2015 lalu oleh Eijkman Institute, jelas bahwa virus Zika juga sudah ada di Indonesia. Sehingga masyarakat Indonesia diminta tetap waspada apalagi saat ini telah memasuki musim penghujan dan vektor pembawa virus Zika ini juga ada di Indonesia yaitu nyamuk Aedes Aegypti yang juga membawa penyakit infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Chikungunya di Indonesia.
Bagaimana mengenali dan membedakan gejala antara virus Zika dengan virus Dengue?
Beberapa kesamaan sebagai gejala awal tersebut membuat penyakit ini terkadang diidentifikasi secara keliru dikira sebagai penyakit Demam Berdarah Dengue. Namun sebenarnya terdapat beberapa gejala khas yang bisa membedakan keluhan infeksi virus Zika dengan penyakit Demam Berdarah, beberapa tanda khusus tersebut antara lain:
- Suhu tubuh saat demam memang cenderung naik turun sebagaimana gejala Demam Berdarah, tetapi tidak terlalu tinggi, kadang maksimal hanya mencapai 38 derajat Celsius.
- Berbeda dengan dengan infeksi virus Dengue, gejala pada infeksi virus Zika ini membuat mata pasien akan merah karena mengalami radang konjungtiva atau konjungtivitis. Kadang warnanya bisa sangat kuat pada bagian dalam kelopak sebagai tanda munculnya ruam pada bagian dalam kelopak mata tersebut.
- Muncul beberapa ruam pada kulit yang berbentuk makulapapular atau ruam melebar dengan benjolan tipis yang timbul. Kadang ruam meluas dan membentuk semacam ruam merah tua dan kecoklatan yang mendatar dan menonjol.
- Pemeriksaan laboratorium sederhana biasanya hanya menunjukkan penurunan kadar sel darah putih seperti umumnya infeksi virus lainnya. Berbeda dengan infeksi Demam Berdarah, infeksi virus Zika tidak menyebabkan penurunan Kadar Trombosit.
Apakah ada komplikasi yang ditimbulkan dari infeksi virus Zika?
Pada umumnya virus ini tidak membahayakan bagi orang dengan kondisi biasa. Namun pada beberapa kasus suspek Zika dilaporkan juga mengalami Guillain Bare Syndrome (GBS) yang dapat menyebabkan kelumpuhan saraf otak. Namun hubungan ilmiahnya masih dalam tahap penelitian.
Apakah ada pengaruh virus Zika terhadap ibu hamil?
Namun demikian, hubungan infeksi virus Zika pada ibu hamil dengan kejadian Mikrosefali pada bayi yang dilahirkan ini belum terbukti secara final, namun bukti ke arah sana semakin kuat. Hal ini berdasarkan data pada tahun 2015, di Brazil secara keseluruhan ditemukan kasus Zika hingga ribuan temuan dengan 500 lebih kasus diderita oleh ibu hamil pada bulan desember lalu. Dan dari angka tersebut ditemukan 150 kasus ibu hamil yang akhirnya melahirkan bayi dengan mikrosefali. Menurut pemberitaan CNN secara total diperkirakan ada peningkatan bayi dengan mikrosefali hingga 4000-an kasus sepanjang tahun 2015 hingga Januari 2016 ini.
Oleh karena itu, minggu lalu tanggal 15 Januari 2016, pemerintah Amerika melalui US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah memberikan Travel Alert bagi warganya yang sedang hamil atau sedang berencana untuk hamil untuk menunda melakukan perjalanan ke negara-negara yang sedang terjangkit virus Zika ini.
Kabar baiknya, virus ini tidak akan menyebabkan infeksi pada bayi yang dikandung setelah virus tersebut dibersihkan dari darah. Saat ini tidak ada bukti bahwa infeksi virus Zika menimbulkan risiko cacat lahir pada kehamilan berikutnya, melainkan dicurigai hanya berisiko pada kehamilan yang sedang berlangsung pada ibu yang terinfeksi virus Zika yang tidak ditangani dengan tepat.
Apakah sudah ada vaksin atau obat untuk virus Zika?
Saat ini dilaporkan belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk virus ini, sehingga pengobatan berfokus hanya pada gejala yang ada.
Pencarian vaksin saat ini masih berlangsung, dipimpin para ilmuwan di University of Texas Medical Branch. Mereka telah mengunjungi Brasil untuk melakukan penelitian dan mengumpulkan sampel. Sekarang mereka sedang melakukan analisis di laboratorium yang dijaga ketat di Galveston. Tetapi para ilmuan tersebut memperingatkan, meskipun vaksin dapat siap diuji dalam dua tahun kedepan, kemungkinan diperlukan sepuluh tahun lagi untuk memberikan hasilnya sebelum diizinkan pemerintah.
Bagaimana cara mengobati apabila seseorang terinfeksi virus Zika?
Pada minggu pertama demam, virus Zika dapat dideteksi dari serum dengan pemeriksaan RT-PCR. Walaupun demikian langkah pengobatan yang dapat dilakukan saat ini belum bisa dilakukan secara maksimal.
Seperti yang telah Luvizhea.com jelaskan sebelumnya, saat ini vaksin untuk virus Zika belum ditemukan sehingga obat-obatan yang diberikan hanya bertujuan untuk mengatasi gejala yang timbul, yaitu apabila gatal diberikan obat gatal dan apabila demam atau nyeri otot diberikan obat demam dan pengurang rasa nyeri. Namun sebaiknya jangan mengkonsumsi Aspirin atau obat-obatan NSAID (Non Stereoid anti inflmation) lainnya karena lebih berisiko.
Selain itu, pengobatan yang ada harus juga didukung dengan tindakan:
- Istirahat yang cukup.
- Banyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi.
- Mengonsumsi makanan yang bergizi dengan meningkatkan asupan vitamin C, E, B, dan A dalam tubuh untuk memicu sistem imunitas membentuk perlawanan alami terhadap virus Zika.
- Kami juga sangat menyarankan untuk mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan terdekat, ketika mendapati beberapa gejala awal yang menunjukan bahwa Anda terinfeksi virus Zika.
Bagaimana cara mencegah penularan dari virus Zika?
Pencegahan penularan dari virus Zika ini sama seperti halnya pencegahan terhadap wabah Demam Berdarah Dengue yang terjadi selama ini, yaitu dengan:
- Melakukan perlidungan ekstra terhadap gigitan nyamuk (Menghindari kontak dengan nyamuk) diantaranya memakai baju yang menutup sebagian besar permukaan kulit, berwarna cerah, menghindari pemakaian wewangian yang dapat menarik perhatian nyamuk seperti parfum dan deodoran. Selain itu, saat tidur sebaiknya menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk atau krim anti nyamuk. Bagi bayi di bawah usia tiga bulan tidak boleh memakai krim anti nyamuk, maka dari itu selubungi tempat tidur bayi dengan kelambu agar bayi terhindar dari gigitan nyamuk.
- Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M Plus (menguras dan menutup tempat penampungan air, serta memanfaatkan atau melakukan daur ulang barang bekas, ditambah dengan melakukan kegiatan pencegahan lain seperti menabur bubuk Larvasida (Abate).
- Melakukan pengawasan jentik dengan melibatkan peran aktif masyarakat melalui Gerakan Satu Rumah Satu Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
- Meningkatkan daya tahan tubuh melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti diet seimbang, melakukan aktifitas fisik secara rutin, dan lain-lain.