fbpx
ARTIKEL

Keunggulan dan risiko KB Steril dengan Tubektomi

| Luvi Zhea

KontrasepsiTindakan sterilisasi pada wanita (KB Steril) melalui proses Tubektomi merupakan salah satu pengontrol kehamilan (kontrasepsi) yang dilakukan dengan menutup kedua saluran Tuba Falopi dengan berbagai cara (termasuk memotong dan atau mengikatnya) atau bisa juga dilakukan dengan pengangkatan rahim (Histerektomi), agar sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma sehingga proses pembuahan tidak dapat terjadi.

Proses Tubektomi ini dapat dilakukan kapan saja, termasuk bisa dilakukan setelah persalinan normal ataupun Caesar. Namun harus mempertimbangkan berbagai aspek agar tidak menyesal dikemudian hari, karena tindakan ini dapat membuat sebagian besar wanita yang melakukannya tidak dapat hamil (memiliki keturunan) kembali dikemudian hari.

Sebenarnya tindakan sterilisasi ini tidak hanya bisa dilakukan pada wanita saja melalui tindakan Tubektomi, melainkan dari pihak laki-laki (suami) juga bisa melakukan tindakan sterilisasi dengan cara Vasektomi. Dan kedua tindakan ini juga ditanggung oleh BPJS Kesehetan, karena ini merupakan salah satu layanan yang diberikan kepada peserta untuk melakukan program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia.

Berbagai aspek yang perlu diketahui sebelum melakukan KB Steril

Sebelum melakukan KB Steril, sebaiknya Anda ketahui terlebih dahulu keunggulan dan kelemahan termasuk risiko dari tindakan Tubektomi ini.

Keunggulan KB Steril

Sebenarnya, prosedur sterilisasi ini adalah prosedur medis yang aman dan tidak membahayakan nyawa. Selain itu, sterilisasi yang dilakukan dengan benar, dapat memberikan banyak manfaat bagi para pasangan suami istri yang tidak ingin menambah keturunan lagi, tanpa mengubah susunan hormon dari pihak wanita melalui pil KB, KB Sutik atau pun KB Spiral yang harus dilakukan secara berkala. Proses Tubektomi hanya perlu dilakukan satu kali saja seumur hidup.

Karena sifatnya yang bisa dibilang permanen, Anda dan suami bisa lebih rileks dan leluasa saat berhubungan seksual karena tidak perlu khawatir akan terjadinya kehamilan.

Dengan tindakan sterilisasi, semua aktivitas hormonal wanita dapat berjalan dengan normal, tanpa menimbulkan gejala pre-menopause atau bahkan mempercepat menopause. Dengan kata lain tidak memengaruhi kapan terjadi menopause.

Selain itu para wanita yang memutuskan untuk melakukan sterilisasi, juga masih dapat menerima siklus haid secara teratur, dan juga dapat mengurangi tingkat risiko terkena kanker ovarium.

Kelemahan dan risiko KB Steril

Walaupun prosedur sterilisasi ini adalah prosedur medis yang aman, namun tetap saja memiliki risiko.

Risiko jangka pendek setelah menjalani sterilisasi umumnya timbul karena efek samping ketika dilakukannya anastesi ataupun kompliksai lainnya akibat tindakan (misalnya akibat penggembungan perut dengan gas, sayatan pada perut, pemotongan / pengikatan Tuba Falopi) yang dilakukan, sehingga timbul rasa pusing, lelah, mual, perut kembung, pegal pada pundak (bahu) dan punggung, kram perut, hingga keluar cairan atau flek dari vagina. Semua gejala ini bisa berlangsung selama satu hingga tiga hari.

Namun bila bekas luka sayatan diperut tidak menimbulkan pendarahan, perut tidak terasa sakit, masih dapat bernapas secara normal, tidak mengalami keluarnya cairan berbau dari vagina, tidak mengalami demam yang biasanya menandakan terjadinya infeksi, maka prosedur sterilisasi ini bisa dibilang berhasil.

Selain risiko adanya rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan seperti yang telah Luvizhea.com sebutkan diatas, terkadang wanita yang mengalami Tubektomi juga mengalami nyeri pada panggul atau perut yang berkelanjutan. Faktor risiko ini umumnya akan meningkat bila Anda pernah menjalani operasi panggul atau perut sebelumnya, mengalami Obesitas ataupun Diabetes (sehingga proses penyembuhan luka berlangsung lebih lama), serta mengalami komplikasi(seperti kerusakan usus, kerusakan kantung kemih, dan kerusakan pembuluh darah utama) akibat prosedur Tubektomi yang kurang rapi.

Risiko lain dari KB steril adalah kemungkinan terjadi kerusakan pada Ligamen Peritoneum. Bila ligamen tersebut rusak secara tidak langsung juga akan mempengaruhi produksi hormon di Ovarium (dimama kadar-nya akan menurun). Dengan begitu dapat mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh, sehingga juga menggangguan siklus haid pada ibu pasca melakukan Tubektomi.

Selain itu, penutupan Tuba Falopi yang tidak sempurna pada saat dilakukannya Tubektomi dapat menyebabkan kehamilan yang berisiko menjadi Kehamilan Ektopik (kehamilan diluar kandungan) yang juga merupakan kondisi yang tergolong berbahaya dan harus segera mendapat penanganan.

Biaya untuk melakukan Tubektomi relatif lebih mahal, namun seperti yang telah Luvizhea.com sebutkan diatas KB Steril ini bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Namun bila Anda ingin hamil kembali dengan melakukan Tuba Reversal, itu pun akan memakan biaya yang juga besar dan tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Namun demikian tindakan Tuba Reversal ini juga tergolong sulit dilakukan karena jaringan Tuba Falopi kemungkinan sudah tidak bersisa lagi untuk disambungkan.

Dan perlu di ingat, tindakan sterilisasi ini umumnya besifat permanen, sehingga Anda dan suami tidak bisa lagi memiliki keturunan di masa depan. Sebagian wanita yang menjalani KB Steril ini mungkin menyesal melakukan tindakan ini, karena mungkin terjadi perubahan situasi dan kondisi seperti anak meninggal atau status pernikahan (bercerai dan menikah kembali). Maka dari itu KB Steril perlu dipikirkan matang-matang dan bukanlah pilihan yang tepat bagi pasangan suami istri yang masih ingin memiliki keturunan di masa mendatang.

Bukan hanya itu, KB Steril tidak dapat melindungi Anda dari penyakit atau infeksi menular seksual, sehingga masih diperlukan alat kontrasepsi lain seperti kondom untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit seksual menular.

Jenis dan prosedur KB Steril

Ada dua jenis KB steril untuk wanita yang bisa menjadi pilihan, yaitu:

Tuba Implan

Tuba implan adalah prosedur sterilisasi tanpa luka bukaan operasi (non-operasi), melainkan dengan metode Hysteroscopic yang disebut Essure.

Prosedur Essure dilakukan dengan cara memasukkan dua logam kecil microinsert ke dalam setiap Tuba Falopi (saluran keluar sel telur melalui vagina dan serviks. Masing-masing Tuba Falopi diisi oleh satu logam. Prosedur ini bisa juga diawali dengan bius lokal untuk membuat serviks (leher rahim) mati rasa, sehingga tidak terasa sakit ketika proses sedang berlangsung.

Alat ini dapat mengiritasi lapisan Tuba Falopi dan akan memicu pertumbuhan alami jaringan untuk menutup lubang bukaan Tuba Falopi tersebut, dengan begitu sel telur tidak dapat dilepaskan ke rahim untuk dibuahi oleh sperma.

Tuba Falopi dapat tertutup luka dengan sempurna setelah tiga bulan pasca prosedur ini dilakukan. Oleh karena itu, Anda dan suami disarankan untuk memakai alat kontrasepsi sementara waktu bila ingin melakukan hubungan intim selama proses penebalan luka berlangsung.

Menurut penelitian secara klinis, tingkat keefektivitasan Tuba Implan dalam mencegah kehamilan sebesar 99,8 persen. Berbeda dengan KB hormonal lainnya yang tingkat keefektivitasannya hanya mencapai 97 persen, dan itu pun jangan sampai lupa untuk melanjutkan kembali penggunaannya setelah periodenya habis.

Untuk memastikan pemblokiran (penutupan) Tuba Falopi berhasil dilakukan, maka bisa dilakukan pemeriksaan dengan metode X-ray.

Ligasi Tuba

kb-steril-ikatTubektomi atau Ligasi tuba yaitu prosedur sterilisasi yang ditempuh dengan jalan operasi yang terdiri dari: Laparoskopi, mini-laparotomi, dan laparotomi, hingga histerektomi (pengangkatan rahim).

Umumnya Tubektomi dilakukan pada wanita setelah melahirkan baik dengan persalinan normal ataupun bersamaan dengan operasi Caesar yang dilakukan. Tindakan steril yang dilakukan pada kondisi ini adalah degan memakai metode Mini-Laparotomi.

Prosedur ini biasanya dilakukan tanpa menggunakan gas atau Laparoskopi. Sayatan akan dilakukan di bawah pusar atau di atas garis rambut kemaluan dengan bius lokal. Begitu Tuba Falopi ditemukan, Tuba Falopi akan diikat atau diklip, maupun diestrum dengan aliran listrik untuk memblokir jalurnya. Proses pemulihan akan memakan waktu beberapa hari.

Bila dilakukan di luar masa persalinan, maka Tubektomi biasanya dilakukan dengan prosedur Laparoskopi. Tindakan tersebut mengharuskan Anda memperoleh anastesi, baik itu bius lokal, regional, hingga bius total. Kemudian perut akan dibuat menggembung dengan suntikan gas karbon dioksida agar Dokter dapat melihat organ dalam tubuh secara jelas. Setelah itu dibuatlah luka sayatan di dekat pusar untuk memasukan laparoskopi yang berbentuk seperti tongkat bercahaya dan lensa untuk melihat dan mencari lokasi Tuba Falopi.

Setelah menemukannya, akan dimasukkan alat untuk menutup Tuba Falopi, yang dimasukan melalui sayatan kecil yang kedua. Dalam menjalani prosedur ini, Anda tidak perlu melakukan rawat inap.

Tindakan sterilisasi bisa juga dilaukan dengan prosedur Laparotomi, yaitu tindakan operasi (bedah) yang lebih besar, dengan sayatan sebesar 2-5 inchi di perut. Prosedurnya sebenarnya hampir sama dengan prosedur laparoskopi yang telah dijelaskan diatas, hanya saja proses pemulihannya dilakukan dengan rawat inap mengingat luka sayatan yang lebih besar.

Apakah ada pengaruh KB Steril terhadap gairah seks pada wanita?

Seperi yang telah Luvizhea.com jelaskan diatas, tindakan KB Steril umumnya dilakukan dengan mengikat atau memotong saluran yang menghubungkan indung telur dengan rahim (Tuba Falopi) sehingga sperma yang masuk tidak dapat bertemu dengan sel telur, dan tidak terjadi pembuahan. Berbeda dengan penggunaan KB hormonal seperti penggunaan (pil KB dan KB Suntik) yang mempengaruhi produksi hormon dalam tubuh.

Dengan begitu kelebihan dari prosedur sterilisasi ini adalah tidak ada perubahan dalam produksi hormon, sehingga tidak mempengaruhi fungsi seksual (menurunkan gairah seks).

Apakah masih bisa hamil kembali pasca melakukan KB Steril?

Tubektomi adalah pemotongan saluran indung telur (tuba fallopi) sehingga sel telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi. Tubektomi bersifat permanen. Walaupun bisa disambungkan kembali dengan operasi Desterilisasi atau tindakan Tuba Reversal, namun tingkat fertilitasnya tidak akan kembali seperti sediakala. Secara umum, angka keberhasilan kehamilan bervariasi dari 40 hingga 85 persen, dan kehamilan biasanya baru bisa terjadi setelah satu tahun pasca dilakukannya operasi tuba reversal.

Namun demikian walaupun terjadi pembuahan, tingkat risiko mengalami kehamilan Ektopik di luar kandungan juga tinggi akibat adanya luka parut bekas operasi yang membuat pergerakan sel telur terhambat sehingga terjadi pembuahan dan proses implantasi pada Tuba Falopi ataupun di Ovarium.

Apabila tidak segera ditangani, kondisi ini dapat membahayakan ibu hamil karena pertumbuhan sel telur akan merusak struktur jaringan tempatnya menempel, sehingga dapat timbul perdarahan yang masif dan dapat menimbulkan resiko yang lebih serius.

Selain itu yang perlu diperhatikan disini, Anda memang bisa dipulihkan seperti semula, khususnya Anda yang menjalani Ligasi Tuba (operasi). Namun, bagi Anda yang menjalani sterilisasi dengan Tuba Implan, maka perbaikan Tuba Falopi tidak bisa dilakukan. Sehingga Anda akan mengalami kemandulan permanen.

Bagaimana bila ingin hamil kembali bila menjalani KB Steril?

KontrasepsiApabila Anda dan pasangan ingin mendapatkan keturunan kembali, maka harus dilakukan penyambungan saluran telur (Tuba Falopi) kembali yang tadinya telah diikat dan atau dipotong. Tindakan ini disebut sebagai operasi pengembalian Ligasi Tuba (reversal) atau Tuba Reanastomosis atau Operasi Rekanalisasi. Namun bila sterilisasi dilakukan dengan pengangkatan rahim, maka Anda juga tidak dapat hamil kembali.

Berikut adalah faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan Dokter sebelum melakukan operasi penyambungan saluran telur:

  • Usia dan waktu pelaksanaan Tubektomi. Usia sangat berperan penting dalam keberhasilan terjadinya pembuahan pasca dilakukan tuba reversal. Usia optimal bagi wanita untuk dilakukan program ini adalah di bawah 40 tahun. Karena kehamilan diatas usia 40 tahun, adalah kehamilan yang berisiko, baik bagi ibu dan janin.
  • Jenis dan teknik sterilisasi. Seperti yang Luvizhea.com jelaskan sebelumnya, sterilisasi dengan Tuba Implant (non operasi) sulit untuk dilakukan perbaikan Tuba (reversal).
  • Pemeriksaan kesehatan Anda secara keseluruhan, meliputi pemeriksaan darah dan penunjang lainnya untuk memastikan bahwa ovarium (indung telur) dan rahim dalam kondisi normal. Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah Hysterosalpingram (HSG), untuk memeriksa panjang dan fungsi dari saluran telur.
  • Riwayat kehamilan sebelum sterilisasi untuk menentukan seberapa besar peluang kehamilan berikutnya.
  • Riwayat operasi di daerah pinggul untuk mencegah terjadinya risiko komplikasi.

Selain melakukan rangkaian pemeriksaaan pada pihak istri, pihak suami juga dianjurkan untuk melakuan pemeriksaan analisa sperma untuk memastikan tidak ada masalah di sana. Dengan begitu kesempatan untuk hamil kembali semakin besar pasca dilakukannya operasi perbaikan.

Pantangan setelah melakukan prosedur KB Steril

Beberapa hari setelah menjalani prosedur sterilisasi, mungkin Anda diminta untuk menghindari kegiatan (aktivitas) tertentu agar proses pemulihan pasca KB Steril dapat berlangsung optimal, seperti:

  • Meski umumnya Anda sudah dapat kembali beraktivitas normal setelah beristirahat sehari, namun Anda tetap dianjurkan untuk istirahat selama beberapa hari atau tidak boleh melakukan olahraga selama satu minggu kedepan.
  • Anda sudah dapat mandi sehari setelah operasi Tubektomi. Tapi ingat, hindari menggosok atau menekan area bekas sayatan, paling tidak selama satu minggu.
  • Bagi Anda yang melakukan Tubektomi di luar masa persalinan, Anda sudah bisa melakukan hubungan seksual setelah satu minggu melakukan prosedur sterilisasi. Namun, itu bisa dipercepat asal disesuaikan dengan kondisi Anda, misalnya sudah tidak terjadi pengeluaran darah atau flek dari vagina pasca operasi Tubektomi. Bila masih terjadi pendarahan sebaiknya hindari hubungan seks untuk sementara waktu.

Apakah KB Steril diperbolehkan menurut pandangan Islam

Boleh tidak melakukan sterilisasi rahim memang masih menjadi pro dan kontra dalam masyarakat, terutama bagi kita yang beragama Islam. Namun demikian, bisa diambil beberapa kesimpulan:

  • Apabila tujuan dari pengontrolan kehamilan adalah agar anak-anak yang dilahirkan dapat diasuh dengan baik dan menghindarkan risiko-risiko melahirkan yang disebabkan jarak kelahiran terlalu dekat. Dengan kata lain, program KB yang dijalankan bertujuan mengutamakan kualitas anak dibanding kuantitas, dan itu bersifat dapat dipulihkan kembali kemampuan untuk memiliki anak dikemudian hari. Maka itu hukumnya makruh artinya boleh dilakukan, namun lebih baik di tinggalkan.
  • Namun apabila dilakukan dengan mematikan fungsi organ atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi, dan itu dilakukan dengan niat agar tidak memiliki keturunan dikemudian hari. Maka pada kasus ini hukumnya diharamkan atau tidak diperbolehkan oleh agama.
  • Namun bagaimana bila dalam kondisi darurat? Artinya bila tidak dilakukan sterilisasi kandungan maka akan mengancam nyawa Anda. Sebagai contoh: bila seorang wanita yang sudah sering melahirkan kemudian divonis oleh Dokter Ahli Kandungan agar disterilisasi kandungannya, sebab bila tidak akan membahayakan jiwanya. Maka dalam kondisi seperti ini, tindakan sterilisasi tersebut boleh dilakukan.

Di antara rujukan yang menguatkan pendapat ini adalah :

Begitu pula menggunakan obat yang menunda atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka dimakruhkan dalam kasus pertama dan diharamkan dalam kasus kedua”. (Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ala Fath al-Qarib, Bairut, tt, juz, 2, h. 59)

“Jika ada dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya” (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asyabah wa an-Nazha’ir, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 H, h. 87)

Baca juga: Keunggulan dan efek samping KB Spiral.

Bagikan ini di: